Sabtu, 12 Februari 2011

Sentra Kerajinan Rajapolah Tasikmalaya


TIDAK salah jika Rajapolah disebut sebagai sentra kerajinan Tasikmalaya. Sebab di wilayah kecamatan itu berbagai jenis barang kerajinan diproduksi. Tengok saja toko-toko yang menjual barang kerajinan, berderet di sepanjang jalan raya Rajapolah, sekitar 12 kilometer dari arah Tasikmalaya menuju Bandung via Ciawi.
Kerajinan apa pun yang dibutuhkan pasti ada di sana. Jadi bagi para pemudik yang melewati Rajapolah, inilah kesempatan membeli hasil kerajinan khas Tasikmalaya sekaligus buatan dalam negeri untuk oleh-oleh maupun digunakan sendiri. Memang Rajapolah adalah surga bagi pecinta suvenir yang bermanfaat.

Aneka kerajinan mulai dari yang kecil-kecil seperti berbagai macam aksesori, piring buah-buahan dari rotan, centong batok kelapa, tempat tisu anyaman pandan, atau yang berukuran sedang seperti sandal pandan, kelom geulis, tas pandan, kap lampu hingga yang berukuran besar seperti tempat cucian pandan, boks bayi, tikar mendong atau lampit, semua tersedia di pertokoan tersebut.

"Pokoknya kalau dihitung-hitung, jenis barang kerajinan yang ada di pertokoan ini lebih dari 100 jenis," kata Jajat (39), salah seorang pemilik toko kerajinan.

Harga barang kerajinan dijual mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 450.000. Yang menarik dan bisa menjadi pertimbangan konsumen, harga seluruh barang kerajinan yang dipajang di deretan toko kerajinan sepanjang sekitar 300 meter ini, jauh lebih murah ketimbang di perkotaan.

Kap lampu ala Jepang misalnya, per potong hanya Rp 17.000 hingga Rp 20.000 saja. Sementara barang yang sama dijual di Kota Tasikmalaya bisa mencapai Rp 25.000 per potong. Bahkan jika konsumen datang langsung ke perajinnya, harga bisa lebih miring lagi sekitar Rp 10.000-15.000 per potongnya. Sekalian berwisata melihat bagaimana produk kerajinan itu dibuat.

"Kami malah senang bisa dikunjungi pembeli langsung, kendati tempat pembuatan kap lampu ala Jepang ini kondisinya seadanya. Malah pernah ada pengunjung yang sekalian minta diajarin cara-cara pembuatannya. Kalau hanya sekadar untuk berwisata ya silakan saja," ujar Amat (78), satu-satunya perajin kap lampu Oshin ini. Tapi kalau untuk membuka usaha baru, pria sepuh ini memasang tarif tertentu.

Menurut Jajat, jika menengok ke belakang, sentra kerajinan Rajapolah mulai ada sekitar tahun 60-an. Warga sekitar saat itu mulai membuat barang-barang anyaman pandan. Seiring dengan banyaknya pesanan dan mulai berdatangannya pembeli, pada tahun 70-an satu per satu muncul toko kerajinan di sepanjang jalan nasional ruas Tasikmalaya-Bandung itu.

"Saya sendiri termasuk generasi ketiga penerus usaha barang kerajinan ini. Generasi pertama adalah kakek yang saat itu menjadi perajin anyaman pandan. Usaha itu kemudian diteruskan oleh bapak dan mulai merintis pembuatan toko. Saya sendiri tinggal meneruskan usaha turun-temurun ini, dan Alhamdulillah bisa menghidupi keluarga," kata Bapak dua anak ini.(stf)



Sumber : www.tribunjabar.co.id & www.sentrakukm.com

Sentra Kerajinan Pucang Jateng Tak Tergoyah Produk Asing


Bau menyengat dari pembakaran tanduk dan debu hasil amplasan kayu hingga saat ini masih menjadi kehidupan sehari-hari di sentra kerajinan tanduk dan kayu di Desa Pucang, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kondisi tersebut menandakan masih ada aktivitas para perajin untuk memenuhi permintaan konsumen.

Hasil kerajinan dari daerah tersebut hingga sekarang masih banyak diminati konsumen lokal, nasional maupun luar negeri.

Tangan-tangan terampil warga Pucang tersebut mampu mengubah tanduk kerbau dan sapi maupun beberapa jenis kayu menjadi perkakas rumah tangga dan pernik-pernik aksesoris yang indah dengan sentuhan seni.

Kerajinan tanduk dari daerah itu antara lain entong nasi, mangkok, “cepuk” (tempat perhiasan), sisir, pipa rokok, sendok, dan garpu makan berukir, sedangkan dari bahan kayu menghasilkan produk berupa “solet”, entong, irus, tongkat, dan sisir kutu.

Hasil kerajinan warga Pucang yang terletak sekitar 8-10 km arah timur dari pertigaan Secang di Jalan Semarang-Yogyakarta ini tidak kalah dengan hasil industri modern dari bahan plastik yang kini membanjiri Tanah Air.

Usaha kerajinan tanduk berlangsung turun-temurun di Desa Pucang dan sejak 1960-an desa ini telah terkenal menjadi sentra kerajinan tanduk, sedangkan sentra kerajinan kayu mulai dirintis tahun 1990-an karena semakin langkanya bahan baku tanduk.

Seorang warga yang mempunyai usaha kerajinan tanduk dan kayu, Muhammad Imron di Dusun Karang Kulon, Desa Pucang mengatakan hasil produksinya dikirim ke Yogyakarta, Jakarta, Bali, Bandung, dan Surabaya.

Menurut dia, melalui pedagang perantara di beberapa kota tersebut, hasil kerajinannya terutama dari bahan tanduk diekspor ke sejumlah negara di Eropa.



Ia mengatakan, untuk produk kerajinan kayu berupa sisir kutu dari bahan kayu sawo dalam beberapa tahun terakhir permintaannya cenderung ramai, bahkan dalam sebulan mencapai 6.000 hingga 7.000 kodi.

“Sisir kutu dengan harga Rp1.000 per biji, permintaan untuk satu desa bisa mencapai 15 ribu kodi per bulan,” katanya.

Ia mengaku tidak khawatir dengan membanjirnya produk plastik dari China. “Kami berani bersaing dengan produk plastik dari China karena harga juga bersaing,” katanya.

Perajin lain Muh Kojib mengatakan, untuk produk kerajinan kayu tidak terpengaruh dengan produk plastik.

Hingga sekarang setiap pekan tidak kurang 1.000 kodi entong kayu dari desa ini dikirim ke sejumlah kota.

“Setiap pekan kami ada permintaan entong 250 kodi, belum ditambah dari perajin yang lain sehingga jumlahnya bisa mencapai 1.000 kodi lebih,” katanya.

Ia mengatakan, kerajinan dari bahan kayu sono keling dan puspo tersebut bisa dijual murah Rp14 ribu per kodi karena diproduksi secara besar-besaran. “Kalau tidak murah kita akan tersaing dari produk China,” katanya.

Sementara itu, harga produk kerajinan yang lain, jam dinding dari kayu Rp40 ribu per buah, tongkat kayu Rp15 ribu per buah, garuk punggung Rp3.000 per biji, hiasan naga dari tanduk Rp125 ribu per buah, mangkok tanduk Rp17 ribu per buah, tusuk konde Rp5.000 per biji, dan sisir Rp5.500-Rp7.500 per buah.

Modal dan Bahan Baku

Para perajin menyatakan bahwa hingga sekarang belum pernah mendapat bantuan modal dari pemerintah baik dana bergulir maupun hibah, selain itu mereka mengeluh kesulitan mendapat bahan baku tanduk yang semakin langka.

Muh Kojib mengatakan, untuk pemasaran dan bahan baku kayu tidak ada masalah karena telah mempunyai jaringan dan kayu mudah didapat di sekitar Magelang, namun untuk bahan baku tanduk kini semakin sulit.

“Dahulu mudah mendapatkan tanduk dari Jakarta, di sana banyak tempat penyembelihan sapi, namun sekarang sulit memperolehnya mungkin karena bukan sapi lokal bertanduk yang disembelih,” katanya.

Hal senada diungkapkan M Imron, untuk mendapatkan tanduk di Jakarta semakin sulit, kalau dahulu mendapatkan 1,5 hingga 2,5 ton tanduk sebulan bisa dengan mudah, sekarang mendapat delapan kuintal saja sudah untung.

Menurut dia, karena susah mencari tanduk di Jakarta, kini harus mencari ke luar Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

“Di luar Jawa masih banyak bahan baku tanduk, tetapi karena transportasi jauh maka harganya menjadi mahal,” katanya.

Ia mengatakan, para perajin sebenarnya ingin sekali mendapatkan bantuan modal dengan bunga ringan dari pemerintah, namun selama ini belum pernah mendapatkannya.

“Memang pernah ada tawaran dari Dinas Perindustrian, namun jumlahnya relatif kecil maksimal hanya Rp5 juta, padahal kami butuh sekitar Rp30 juta untuk mengembangkan usaha,” kata pengusaha yang omzet penjualannya mencapai Rp30juta hingga Rp40 juta per bulan ini.

Selama ini, katanya, untuk mendapatkan tambahan modal mengandalkan pinjaman kredit dari bank swasta yang persyaratannya lebih mudah meskipun dengan bunga lebih tinggi.

Muh Kojib, mengatakan sekitar 15 tahun lalu pernah didirikan koperasi perajin Pucang, namun berhenti di tengah jalan.

“Sebenarnya koperasi yang direncanakan untuk menyediakan bahan baku dan menjual hasil kerajinan itu sudah mempunyai kantor di kompleks Pasar Pucang, namun koperasi ini tidak jalan,” katanya.

Berbeda dengan Imron, Kojib mengelola usaha kerajinannya dengan modal tekun dan belum pernah meminjam modal ke bank karena merasa persyaratannya terlalu berat.

“Selama ini kami mengembangkan usaha hanya dari uang tabungan saja, belum pernah meminjam modal dari perbankan,” katanya.

Ia mengaku pernah mendapat tawaran dari BKK Secang Rp10 juta, namun karena bunganya sama dengan perbankan dia tidak mengambilnya.

Kojib berharap pemerintah memperhatikan para perajin dengan memberikan bantuan modal, karena sentra kerajinan Pucang ini menyedot tenaga kerja tidak sedikit, termasuk dari luar daerah.

sumber : redaksi (fb/FB/ant-Heru Suyitno) / http://focusindosukses.com/2010/03/sentra-kerajinan-pucang-jateng-tak-tergoyah-produk-asing/
www.sentrakukm.com
gambar ilustrasi : http://vibizlife.com/detail/tren_belanja/karya-seni-kerajinan-tanduk

Jumat, 11 Februari 2011

Usaha Modal Kecil : ES TIGA RASA


Halo teman-teman, selamat pagi-siang-atau malam! :) Ide kali ini gak jauh dari soal makanan. Penulis dapatkan ispirasinya dari jalan-jalan, lihat langsung dari pelaku usaha yang sudah berjalan dan berhasil. Intinya ide usaha yang akan dipaparkan adalah membuka kafe/warung khusus es (minuman segar/dingin), TIGA RASA.
Kafe ini bisa dijalankan di sebuah tenda (kita beli/sewa) di pinggir jalan, atau di ruang garasi, atau di kios kontrakan. Sebaiknya lokasinya strategis, tempat dilewati banyak orang atau lalu lalang kendaraan. Coba cari dulu ya!
Berikutnya modal peralatan yang kita butuhkan adalah: meja kursi untuk pembeli, perkakas dapur untuk olah masakan, dll. Untuk penyajian cukup di sebuah gelas besar yang tahan es. Sedangkan untuk berjualan, kita butuhkan 3 bak kaca bersih yang lumayan besar (ukuran sekitar 40cmx30cmx40cm) untuk wadah dagangan utama kita. Bak pertama diisi dengan es alpukat, bak kedua diisi dengan es campur (campuran nanas, nangka, pepaya, cendol atau rumput laut), bak ketiga es kelapa muda. Untuk penambah rasa, siapkan sirop dan susu kaleng putih/coklat. Oh ya, sebagai pemanis utama, jangan gunakan gula sintetis, pakai aja gula pasir. Ehmm ... segaar kan.
Sasaran usaha: masyarakat yang sedang kehausan atau cari tempat tongkrongan atau pingin mampir.
Cara promosi : pasang spanduk besar di depan/atas tenda, pakai bahasa provokatif! misal: Kafe Tenda Depok, Es Tiga Rasa, Pakai Gula Asli Lho! :)
Soal modal, kayaknya gak terlalu besar kan. Usaha bisa dijalankan sendiri, bisa juga posisi kita sebagai investor. Soal SDM bisa nyari dari tetangga yang lagi nganggur, atau temen sekampung, se-RT, bekas satu sekolah, dll. Gimana, mau coba! Coba aja.
NB : Boleh juga sering bereksperimen, mencari rasa/ramuan/resep es spesial yang unik atau aneh tetapi tetap lezaaaat!

Sumber : http://wirausahakita.blogspot.com/2006/08/usaha-modal-kecil-part-iii-es-tiga.html

20 Usaha Rumahan Modal Di Bawah 2 Juta




- Hasil BESAR
– Modal kecil DI BAWAH Rp2 Juta
– Terbukti berhasil
– Mudah dijalankan siapa saja
– Dilengkapi analisis dan perhitungan usaha
– Setelah baca buku ini langsung bisa mulai usaha…

Buku ini khusus untuk Anda yang sudah bosan menganggur atau hanya mengandalkan gaji bulanan yang tidak mencukupi. Untuk Anda yang ingi sukses usaha di rumah dan mendapat penghasilan besar dengan modal kecil.

Manfaatkan rumah Anda untuk mengeruk uang sebanyak-banyaknya. Tanpa modal besar (di bawah Rp2 juta), keuntungan berlipat ganda bisa Anda raih dengan membuka usaha di rumah. Bahkan, Anda dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar daripada bekerja kantoran.

Keberhasilan dan kesuksesan berbisnis di rumah membutuhkan kejelian melihat peluang pasar dan strategi yang tepat. Hal itu tidak sulit. Namun, tidak semua orang mengetahui caranya. Buku ini memaparkan dengan gamblang segala hal yang Anda butuhkan untuk sukses berbisnis di rumah. Tentu saja dengan modal kecil dan untung besar.

Dengan memaparkan rahasia dan tips sukses berbisnis di rumah, buku ini hadir sebagai panduan dan referensi bagi Anda, calon pengusaha yang hendak membangun fondasi kesuksesannya di rumah. Dengan buku ini di tangan, Anda bisa langsung memulai usaha sendiri. Bersiaplah menjadi orang sukses. Selamat berwirausaha!

Daftar Isi
1. Mari Berbisnis
A. Berbisnis, siapa takut?!
B. Konsep Bisnis Rumahan
2. Mulailah Berbisnis
A. Refill (Isi Ulang) Pulsa
B. Cokelat Kreasi
C. Sanggar Buku
D. Mini Rental PS
E. Retail Pakaian Anak-Anak
F. House of Kerudung Manik
G. Air PAM dalam Jeriken
H. Mini Rental Komputer & Print
I. Jasa Cuci & Setrika Pakaian
J. Rumah Pijat dan Refleksi
K. Produsen Kue Basah dan Kue Kering
L. Warung Sarapan (Nasi Kuning dan Nasi Uduk)
M. Warung Serba Ada
N. Sanggar/Klub Senam
O. Salon Khusus Wanita
R. Penjahit/Tailor
Q. Produsen Es Yoghurt
R. Bakso Sehat dan Mantap
S. Katering sederhana (nasi boks, snack, dan aneka masakan)
T. Distributor donat
3. Tips Sukses Berbisnis di Rumah
A. Kiat Berbisnis dengan Teman
B. Kiat Berbisnis di Internet
(Promosi bisnis rumahan)
C. Kiat Sukses Jualan Lewat Bazar
Daftar Pustaka
Tentang Penulis
Judul: 20 Usaha Rumahan Modal Di Bawah 2 Juta
No. ISBN 9789791208376
Penulis: Nurul Hidayati
Penerbit: Daras Books
Tanggal terbit: Februari – 2010
Jumlah Halaman: 176
Jenis Cover Soft Cover
Dimensi(LxP): 150×210mm
Kategori: Bisnis-Investasi

Sumber : http://informasimenarik.wordpress.com/2010/04/01/20-usaha-rumahan-modal-di-bawah-2-juta/

Usaha Rumahan Tusuk Sate Hasilkan Puluhan Juta Rp

Usaha tusuk sate tak bisa dipandang sebelah mata. Di tangan Hadi Santoso, usaha yang terlihat remeh itu bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi ribuan warga Batu.

Usaha yang ditekuni Hadi Santoso memang belum lama. Baru terhitung 1,5 tahun lalu. Bahkan, di Batu, tempat pria berusia 47 tahun itu tinggal dan menekuni usaha tersebut juga masih terbilang baru. Saat ini baru meninjak usia tiga bulan.

Namun, usaha itu banyak diminati warga Batu. Hari demi hari, semakin banyak warga yang mendatangi rumah Hadi di Dusun Glonggong, Temas, untuk bergabung dalam usaha itu. Sedikitnya ada sekitar 9 ribu kepala keluarga yang sudah bergabung dengan usaha tusuk sate.

Maklum, untuk bekerja dengan Hadi, tidak perlu modal. Yang dibutuhkan hanya kerelaan waktu dan tenaga. Peralatan maupun bahan baku bisa didapatkan dari pria yang sudah mencoba berbagai macam jenis usaha ini. Mulai berdagang sayur, buah, bertani, berdagang kayu, bibit kayu, hingga jadi pengusaha keramik.

Setiap hari, rumah Hadi selalu banyak didatangi orang. Silih berganti warga mendatangi rumah Hadi. Ada yang datang mengambil bayaran, ada juga yang mau bergabung menjadi perajin tusuk sate. "Masih sangat banyak yang butuh pekerjaan. Dan saya senang bisa membantu mereka," kata Hadi.

Bergabung menjadi anggota perajin tusuk sate yang dirintis Hadi memang tergolong unik. Warga yang membutuhkan pekerjaan dapat dengan mudah mendapatkan penghasilan. Tidak perlu biaya. Bahkan untuk mendapatkan peralatan pemilah tusuk sate senilai Rp 80 ribu itu, warga juga tidak perlu membayar. Semua bahan baku bisa didapatkan dari Hadi. Sedangkan hasilnya juga akan dibeli. Praktis, yang dibutuhkan hanya keseriusan untuk mendapatkan pekerjaan.

Menjadi perajin tusuk sate hanya perlu pernyataan keseriusan. Begitu ada pernyataan keseriusan, tidak berselang lama peralatan pun akan segera dikirim. Tentunya dengan jaminan peralatan tersebut tidak dijual serta hasil pembuatan tusuk sate itu dijual kembali kepada Hadi. "Silakan saja dijual ke orang lain. Tapi, tidak ada jaminan bakal berlangsung lama," ujar ketua P4KB (Perlindungan Perhubungan Pedagangan Pasar Pagi Kota Batu) ini.

Saking mudahnya, kurang dari tiga bulan, Hadi sudah membagikan 9 ribu peralatan yang didatangkan dari Jerman. Saat ini, peralatan tersebut banyak tersebar ke Kecamatan Batu. Untuk kecamatan ini, ada 6 ribu peralatan. Sisanya menyebar di Kecamatan Junrejo dan Bumiaji.

Dalam seminggu, ribuan peralatan yang dibagikan itu bisa menghasilkan sekitar 4 ton tusuk sate. Jika dirupiahkan sekitar Rp 12 juta dengan harga Rp 3 ribu setiap kilogram. Dengan demkian, per bulan ada perputaran uang sebesar Rp 48 juta. "Ini masih permulaan karena sebagian besar perajin lainnya juga masih dalam tahap pembelajaran," kata bapak lima anak ini.

Bagi para perajin, pendapatan yang diperoleh juga tidak sedikit. Perajin yang menghabiskan satu batang bambu akan dapat upah bersih Rp 60 ribu. Rata-rata, dalam seminggu seorang perajin bisa menghabiskan 3 sampi 4 batang pohon bambu. Dengan demikian, penghasilan yang didapatkan berkisar antara 180 ribu sampai 240 ribu per minggu.

Usaha tusuk sate yang digeluti Hadi sebenarnya hanya pengembangan dari usaha yang digeluti sebelumnya. Sebelum mengembangkan tusuk sate di Batu, pria yang menyandang status sarjana ekonomi Universitas Islam Malang (Unisma) itu sudah melakukannya di Tumpang. Di wilayah Tumpang, Hadi sudah memiliki seribu perajin tusuk sate.

Modal yang dikeluarkan Hadi memang juga tidak sedikit. Awal membuka usaha itu, dia menghabiskan dana Rp 100 juta. Tetapi, modal usaha itu bisa segera kembali setelah beberapa kali pengiriman barang.

Meski saat ini sudah banyak yang bergabung dengan usahanya, Hadi masih merasa belum puas. Dia berharap semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan peluang tersebut. Apalagi, pria yang sehari-harinya juga berdagang daging ayam ini mengetahui masih banyak masyarakat yang membutuhkan pekerjaan.

Teknologi alat dan mesin pembuatan tusuk sate memang sudah banyak digunakan. Sementara itu, tidak bagi masyarakat Desa/Kecamatan Kutawaringin Kab. Bandung, pembuatan tusuk sate tetap dilakukan dengan cara manual.

Seperti yang dilakukan Diana (25), warga RT 3 RW 5 Kampung Bojongkoneng, Desa Kutawaringin, yang menggantungkan hidupnya dari usaha pembuatan tusuk sate.

Sebilah bambu dipotong-potong berukuran panjang 20 cm. Kemudian dibelah tipis-tipis seukuran tusuk sate yang biasa kita temui, lalu dibersihkan. "Harus dicuci biar tusuk satenya bersih," ujar Diana, ditemui di rumahnya.

Ia mulai mengerjakan pembuatan tusuk sate sejak dua tahun silam. Dalam sehari, ia biasa menghasilkan 500 tusuk sate. Kemudian tusuk sate itu dijualnya kepada pengumpul. "Saya membeli bambu dari bandar. Harganya seratus ribu untuk empat ikat, satu ikatnya ada tiga bilah bambu," ujarnya.

Sebilah bambu yang panjangnya sekitar 2-3 meter, bisa menghasilkan hingga dua ribu

tusuk sate. "Itu bisa dikerjakan dalam waktu tiga sampai empat hari, tergantung cuaca. Soalnya, sebelum dijual kan harus dijemur dulu selama dua hari agar tusuk sate benar-benar kering," kata Diana.

Untuk membuat tusuk sate, ia harus memilih bambu minimal berusia enam bulan. Semakin tua umur bambu, jumlah tusuk sate yang dihasilkan bisa semakin banyak.

"Kalau umur bambunya sudah tua, daging bambunya tebal, jadi tusuk satenya bisa makin banyak," ujar Diana, sambil tekun membelah bambu.

Salah seorang pedagang tusuk sate. Atang (45) mengatakan, Desa Kutawaringin memiliki potensi besar untuk menghasilkan tusuk sate. "Dalam sehari, saya bisa mengumpulkan 3.000 tusuk sate hanya dari Desa Kutawaringin," ujar Atang, sambil menyebutkan beberapa kampung yang merupakan sentra pembuatan tusuk sate di Desa Kutawaringin. Kampung tersebut misalnya Ciherang, Pasirkeas, Bojongkoneng, dan Cigondok.

Selain dijual di Pasaranyar Kec. Kutawaringin, Atang mengaku, biasa menjual tusuk sate tersebut ke Pasar Sayati dan Pasar Caringin.

"Permintaan selalu ada, soalnya kan hampir semua orang suka makan sate. Tapi kemampuan warga hanya segini, jadi ya saya hanya bisa menjual segitu," kata Atang.

Untuk itu, Diana berharap agar warga bisa mendapatkan bantuan modal sehingga mampu mengembangkan usaha kecil seperti yang dilakukannya. "Modal tidak ada. Tusuk sate yang saya buat pun hanya mendatangkan keuntungan sekitar seratus sampai dua ratus ribu rupiah sebulan, mana bisa untuk mengembangkan usaha," kata Diana. (fn/jp/bv) Sumber : www.suaramedia.com