Tampilkan postingan dengan label seputar pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label seputar pendidikan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 25 Februari 2012

membuat lingkungan kerja menjadi positif

Kita semua bekerja di tempat-tempat yang kami kurang dari bersemangat untuk bangun di pagi hari dan pergi ke, ini adalah perasaan yang mengerikan. Adalah jauh lebih menyenangkan, dan lebih sedikit untuk pergi ke sebuah lingkungan kerja yang penuh dengan positif dan kenikmatan. Lingkungan kerja yang positif tidak hanya penting untuk kesehatan fisik, mental dan emosional, tetapi juga penting untuk hasil yang kami produksi bagi perusahaan. Semakin baik kita rasakan di tempat kerja, semakin besar kemungkinan kita akan bangga dengan kegiatan pekerjaan kita dan setia terhadap tempat kita kerja.


Jadi mari kita lihat beberapa cara untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif.
1. Menerima posisi yang tepat
Langkah pertama untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif adalah untuk mengamankan posisi yang positif cocok untuk anda. Sebelum menerima posisi, Anda harus tahu apa keterampilan kunci Anda, apa jenis pekerjaan yang ingin Anda lakukan, seperti apa peran yang Anda inginkan, di mana Anda melihat diri Anda dalam lima tahun, dan apa jenis lingkungan Anda berkembang masuk Mengetahui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu Anda untuk mengenali peluang-peluang yang memenuhi kriteria tersebut, memberikan Anda awal yang berjalan.
2. Jadilah orang yang positif
Hadir sikap positif dan didekati. Tampilkan rekan kerja bahwa Anda tersedia dan wiling untuk membantu mereka. Berjalan sekitar sambil tersenyum, dan melakukan kontak mata dengan mereka yang Anda lulus di lorong. Jadilah ramah, menyenangkan dan bagus. Bicara dengan kebaikan, dorongan, kesopanan, dan penghormatan. Ajukan pertanyaan sebelum membuat asumsi. Menyenangkan untuk bekerja dengan. Mendengarkan orang lain dengan bunga, dan akhirnya, tidak mengeluh, merengek atau gosip.
3. Bertanggung jawab
Ambil tanggung jawab untuk arah karir Anda. Pada akhirnya Anda bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan di mana Anda dapat belajar dan tumbuh. Semakin lama Anda tinggal di sebuah jalan "buntu" karir, semakin sulit akan untuk tetap positif. Jika Anda tidak puas dengan arah saat karier Anda, berkomunikasi dengan manajer Anda bahwa jika Anda ingin tinggal dengan perusahaan, jika tidak, mencari pekerjaan lain yang Anda rasa cocok lebih baik.
4. Berkomunikasi dengan manajer Anda
Bertemu dengan manajer Anda secara teratur untuk memastikan Anda berada di jalur untuk memenuhi harapan nya, dan tujuan kinerja Anda. Jangan selalu menunggu manajer Anda untuk menjangkau Anda. Menginformasikan manajer Anda tentang status kegiatan anda melakukan menunjukkan bahwa Anda adalah kredibel, dapat dipercaya, tertarik dalam bisnis ini, dan berkomitmen untuk pekerjaan Anda. Anda bahkan dapat mempertimbangkan mengirimkan laporan status mingguan menunjukkan apa yang Anda kerjakan, apa yang telah selesai, dan apa yang telah tertunda.
5. Jadilah sosial
Berinteraksi dengan rekan-rekan Anda dengan cara tidak bekerja. Bergabung dengan tim perusahaan atau kelompok. Bawalah beberapa permainan dalam bahwa Anda dapat bermain lebih dari istirahat makan siang Anda. Rayakan ulang tahun, dan acara khusus lainnya. Memupuk persahabatan kerja. Mengatur sebuah acara olahraga kompetitif. Mengatur makan siang panci keberuntungan departemen. Ada begitu banyak hal yang dapat Anda lakukan untuk berhubungan dengan orang lain di tempat kerja.
Jadi, jika Anda bertanya-tanya apa lingkungan kerja yang positif seperti, berikut adalah beberapa tanda-tanda.

  •     Anda melakukan pekerjaan yang Anda sukai
  •     Ide-ide Anda dinilai
  •     Kreativitas Anda dianjurkan
  •     Anda merasa dihargai
  •     Pekerjaan sesuai keahlian Anda
  •     Anda memiliki teman kerja bahwa Anda dapat berbicara dengan
  •     Manajer Anda adalah didekati
  •     Ada ruang untuk Anda untuk tumbuh
  •     Anda diakui pada saat Anda melakukan pekerjaan yang baik
  •     Anda merasa seperti bagian dari sebuah tim
  •     Anda berharap untuk datang untuk bekerja
  •     Anda dihormati
  •     Anda senang sementara di tempat kerja
  •     Kerja itu menyenangkan

budaya kerja

Orang-orang di setiap tempat kerja berbicara tentang budaya organisasi, bahwa kata misterius yang mencirikan lingkungan kerja. Salah satu pertanyaan kunci dan penilaian, ketika pengusaha mewawancarai calon karyawan, menggali apakah kandidat adalah cocok budaya baik. Budaya adalah sulit untuk didefinisikan, tapi biasanya Anda tahu ketika Anda telah menemukan seorang karyawan yang tampaknya sesuai dengan budaya Anda. Dia hanya merasa benar.


Budaya adalah lingkungan yang mengelilingi Anda di tempat kerja sepanjang waktu. Budaya adalah unsur kuat yang membentuk kenikmatan kerja, hubungan kerja Anda, dan proses kerja Anda. Tapi, budaya adalah sesuatu yang Anda tidak bisa benar-benar melihat, kecuali melalui manifestasi fisik di tempat kerja Anda.
Dalam banyak hal, budaya seperti kepribadian. Dalam diri seseorang, kepribadian terdiri dari nilai-nilai, keyakinan, asumsi, minat, pengalaman, pengasuhan, dan kebiasaan yang membuat perilaku seseorang.
Kebudayaan terdiri dari nilai-nilai, keyakinan, asumsi, sikap, dan perilaku bersama oleh sekelompok orang. Budaya adalah perilaku yang terjadi ketika kelompok tiba di satu set - umumnya tak terucap dan tidak tertulis - aturan untuk bekerja sama.
Budaya organisasi terdiri dari semua kehidupan mengalami setiap karyawan membawa ke organisasi. Budaya ini terutama dipengaruhi oleh pendiri organisasi, eksekutif, dan staf manajerial karena peran mereka dalam pengambilan keputusan dan arah strategis.
Budaya diwakili dalam kelompok:

  •     bahasa,
  •     pengambilan keputusan,
  •     simbol,
  •     cerita dan legenda, dan
  •     harian kerja praktek.

Sesuatu yang sederhana seperti benda dipilih untuk rahmat meja bercerita banyak tentang bagaimana karyawan melihat dan berpartisipasi dalam budaya organisasi Anda. Anda papan buletin konten, newsletter perusahaan, interaksi karyawan dalam pertemuan, dan cara orang berkolaborasi, berbicara banyak tentang budaya organisasi Anda.Tengah Konsep tentang Budaya
Profesor Ken Thompson (DePaul University) dan Fred Luthans (Universitas Nebraska) menggarisbawahi tujuh karakteristik sebagai berikut budaya melalui lensa interpretatif saya.

    
Budaya = Perilaku. Budaya adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang mewakili norma operasi umum di lingkungan Anda. Budaya biasanya tidak didefinisikan sebagai baik atau buruk, meskipun aspek budaya Anda mungkin mendukung kemajuan dan kesuksesan dan aspek lain menghambat kemajuan Anda.

    
Sebuah norma akuntabilitas akan membantu membuat organisasi Anda sukses. Sebuah norma layanan pelanggan spektakuler akan menjual produk dan mengikutsertakan karyawan Anda. Menoleransi kinerja yang buruk atau menunjukkan kurangnya disiplin untuk memelihara proses dan sistem yang mapan akan menghambat kesuksesan Anda.


    
Budaya Belajar. Orang belajar untuk melakukan perilaku tertentu melalui baik imbalan atau konsekuensi negatif yang mengikuti perilaku mereka. Ketika perilaku dihargai, hal ini diulang dan asosiasi akhirnya menjadi bagian dari budaya. Sederhana terima kasih dari seorang eksekutif untuk pekerjaan yang dilakukan dengan cara tertentu, jamur budaya.


    
Budaya Belajar Melalui Interaksi. Karyawan mempelajari budaya dengan berinteraksi dengan karyawan lain. Umumnya perilaku dan penghargaan dalam organisasi melibatkan karyawan lain. Pemohon mengalami rasa budaya Anda, dan bugar nya dalam budaya Anda, selama proses wawancara. Pendapat awal budaya Anda bisa dibentuk pada awal telepon pertama dari departemen Sumber Daya Manusia.


    
Sub-kultur Bentuk Melalui Hadiah .. Karyawan memiliki keinginan yang berbeda dan kebutuhan. Terkadang karyawan menghargai reward yang tidak terkait dengan perilaku yang diinginkan oleh manajer untuk perusahaan secara keseluruhan. Hal ini sering bagaimana subkultur terbentuk, sebagai orang mendapatkan reward sosial dari rekan kerja atau kebutuhan mereka yang paling penting bertemu di departemen atau tim proyek.
Temukan informasi lebih lanjut tentang budaya organisasi dan karakteristik utamanya.

Orang Bentuk Budaya. Kepribadian dan pengalaman karyawan menciptakan budaya organisasi. Misalnya, jika sebagian besar orang dalam suatu organisasi sangat keluar, budaya akan cenderung terbuka dan ramah. Jika banyak artefak yang menggambarkan sejarah perusahaan dan nilai-nilai di bukti seluruh perusahaan, orang menghargai sejarah dan budaya mereka. Jika pintu terbuka, dan sedikit pintu tertutup rapat diadakan, budaya yang tak dijaga. Jika negatif tentang pengawasan dan perusahaan tersebar luas dan mengeluhkan oleh karyawan, budaya negatif, yang sulit untuk diatasi, akan bertahan.

Budaya Negosiasi. Satu orang tidak bisa menciptakan budaya sendirian. Karyawan harus mencoba untuk mengubah arah, lingkungan kerja, cara kerja yang dilakukan, atau cara di mana keputusan dibuat dalam norma-norma umum di tempat kerja. Perubahan budaya adalah proses memberi dan menerima oleh seluruh anggota organisasi. Memformalkan arah strategis, pengembangan sistem, dan menetapkan pengukuran harus dimiliki oleh kelompok yang bertanggung jawab untuk mereka. Jika tidak, karyawan tidak akan memilikinya.

Budaya adalah Sulit Ubah. Perubahan budaya membutuhkan orang untuk mengubah perilaku mereka. Hal ini sering sulit bagi orang untuk melupakan cara lama mereka dalam melakukan sesuatu, dan mulai melakukan perilaku baru secara konsisten. Ketekunan, disiplin, keterlibatan karyawan, kebaikan dan pemahaman, pengembangan organisasi kerja, dan pelatihan dapat membantu Anda untuk mengubah budaya.Lebih Karakteristik Budaya
Budaya kerja Anda sering diartikan berbeda oleh karyawan yang beragam. Peristiwa lain dalam kehidupan manusia mempengaruhi bagaimana mereka bertindak dan berinteraksi di tempat kerja juga. Meskipun organisasi memiliki budaya yang umum, setiap orang dapat melihat bahwa budaya dari perspektif yang berbeda. Selain itu, pengalaman kerja individu karyawan Anda, departemen, dan tim dapat melihat budaya berbeda.
Budaya Anda mungkin kuat atau lemah. Ketika budaya kerja Anda kuat, kebanyakan orang dalam kelompok setuju pada budaya. Ketika budaya kerja Anda lemah, orang tidak setuju pada budaya. Kadang-kadang budaya organisasi yang lemah dapat menjadi hasil dari subkultur banyak, atau nilai-nilai bersama, asumsi, dan perilaku subset dari organisasi.
Misalnya, budaya perusahaan Anda secara keseluruhan mungkin lemah dan sangat sulit untuk mengkarakterisasi karena ada begitu banyak subkultur. Setiap sel departemen atau pekerjaan mungkin memiliki budaya sendiri. Dalam departemen, staf dan manajer mungkin masing-masing memiliki budaya mereka sendiri.
Idealnya, budaya organisasi mendukung, positif produktif, lingkungan. Karyawan bahagia belum tentu karyawan yang produktif. Karyawan produktif tidak harus karyawan yang bahagia. Adalah penting untuk menemukan aspek-aspek budaya yang akan saling mendukung kualitas-kualitas ini bagi karyawan Anda.
Sekarang bahwa Anda sudah familiar dengan visualisasi budaya organisasi, Anda akan ingin untuk mengeksplorasi aspek tambahan dari budaya organisasi dan perubahan budaya. Dengan cara ini, konsep budaya akan menjadi berguna bagi keberhasilan dan keuntungan organisasi Anda.
Temukan informasi lebih lanjut tentang budaya organisasi dan karakteristik utamanya.Tentang Budaya Organisasi dan Perubahan Budaya

  •     Cara Memahami Budaya Sekarang Anda
  •     Bagaimana Mengubah Budaya Anda: Perubahan Budaya Organisasi
  •     Cara Membuat Nilai Hidup di Organisasi Anda

Selasa, 07 Februari 2012

belajar

 1. Belajar  
Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang terjadi pada diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat dietahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan, hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang diperoleh melalui belajar. Maka, berdasarkan perilaku yang disaksikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang telah belajar. Misalnya, sikap menghormati sang merah putih pada waktu upacara bendera, menyatakan diri dalam mengambil posisi tubuh tegak lurus, sambil mengarahkan pandangan pada bendera yang sedang dikibarkan.

Dari perilaku ini, yang diamati orang lain, diketahui atau disimpulkan bahwa orang itu telah belajar suatu sikap. Sikap itu adalah kemampuan internal yang bersifat mental/psikis. Karena itu, tidak mungkin mengetahui secara pasti apakah kemampuan internal itu ada, kecuali orang itu bertindak atau berbicara. Misalnya pula, seseorang sebenarnya pandai dan terampil sekali main organ. Kepandaian itu berupa kemampuan internal yang bersifat konitif, keterampilan dan  kecekatan itu berupa kemampuan internal pula, tapi tergolong bidang belajar keterampilan motorik. Dengan berbicara saja dengan orang itu, orang tidak dapat mengetahui bahwa kenalannya mampu main organ, bahkan pengakuan “saya dapat main organ” belumlah memberikan bukti yang pasti. Barulah, setelah orang itu mulai main disebuah organ, kemampuannya diperoleh secara pasti dan ditarik kesimpulan, bahwa orang itu mesti pernah belajar dan sekarang mempunyai kemampuan itu.
Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa hasil belajar tidak jatuh sama dengan prestasi, didalam prestasi hasil belajar menampakkan diri. Selama potensi atau kemampua internal tidak diwujdkan dalam suatu bentuk perilaku, sulitlah diperoleh kepastian tentang apa yang telah dipelajari.
    Belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan, dalam bergul dengan teman, dalam memegang benda dan dalam menghadapi peristiwa manusia belajar. Namun, tidak sembarang berada di tengah-tengah lingkungan, menjamin adanya proses belajar. Orangnya harus aktif sendiri, melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaan, misalnya, setiap guru mengetahui dari pengalaman bahwa kehadiran siswa dalam kelas, belum berarti siswa sedang belajar selam siswa tidak melibatkan diri, dia tidak akan belajar. Maka, supaya terjadi belajar, dituntuk orang melibatkan diri, harus ada interaksi aktif. Aktivitas boleh berupa aktivutas mental saja, yang tidak disertai gerak-gerik jasmani, boleh juga terjadi aktivitas jasmani yang didalamnya mental seseorang terlibat.
    Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa belajar pada manusia boleh dirumuskan sebagai berikut: “suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keteranpilan dan sikap-sikap”.

. Jenis-jenis belajar
a)    Bentuk belajar menurut fungsi psikis
1.    Belajar dinamik/konatif
Ciri khas belajar ini terletak pada belajar berkehendak sesuatu secara wajar, sehingga orang tidak menyerah pada sembarang menghendaki dan juga tidak menghendaki sembarang hal. Berkehendak adalah suatu aktivitas psikis, yang terarah pada pemenuhan suatu kebutuhan yang disadari dan dihayati. Kebutuhan itu dapat merupakan kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan mengistirahatkan tubuh atau mendapatkan bahan makanan. Kebutuhan itu dapat juga merupakan kebutuhan psikologis, seperti kebutuhan akan pengatahuan dan lingkungan hidup yang aman.
2.    Belajar afektif
Salah satu ciri belajar ialah belajar menghayati nilai dari suatu obyek yang dihadapi melalui alam perasaan, entah obyek itu berupa orang, benda atau kejadian/peristiwa, cirri yang lain terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekpresi yang wajar.
3.    Belajar kognitif
Ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan suatu bentuk representasi yang mewakili suatu obyek yang dihadapi, entah obyek itu  orang, benda maupun kejadian/peristiwa. Segala yang direpresentasikan atau dihadirkan dalamdiri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambing, yang semuanya merupakan sesuatu yang yang bersifat mental. Misalnya, seseorang yang menceritakan pegalamannya selama mengadakan perjalanan ke luar negeri, setelah kembali ke negeri sendiri.
    Pebahasan tentang pembelajaran kognitif disini, akan dibatasi pada dua aktifitas kognitif yaitu mengingat dan berfikir.
a. mengingat adalah suatu aktifitas kognitif, di mana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau.
b. dalam aktifias berfikir yang jelas, bahwa manusia berhadapan dengan obyek-obyek yang diwakili dalam kesadaran.
4.    Belajar senso-motorik
Ciri khasnya terletak dalam  menghahadapi dan menangani aneka obyek secara fisik, termasuk kejasmanian manusia sendiri. Misalnya, menggerakkan anggota badan sambil naik tangga atau berenang, memegang alat sambil menulis atau melukis, memindahkan jari-jari tangan dan memberi tekanan pada tombol-tombol mesin apabila mengetik.

b)    Bentuk belajar menurut materi yang dipelajari.
1. belajar teoretis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan suatu problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah.
2. belajar tektis
Bentuk ini bertujuan mengembangkan keterampilan –keterampilan yang dalam menangani dalam mengatasi dan memegang benda-benda serta menyusun bagian-bagian materi menjadi suatu keseluruan, misalnya belajar mengetik dan membuat suatu mesin tik.



3. belajar bermasyarakat
Bentuk belajar ini bertujuan mengekang dorongan dan kecenderungan spontan, demi kehidupan bersama, dan memberikan kelonggaran kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Belajar ini mengcakup fakta, seperti didirikannya badan perserikatan bangsa untuk mengatur kehidupan bangsa pada taraf internasional.
4. belajar estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan di berbagai bidang kesenian. Belajar ini mencakup fakta, seperti nama Mozart sebagai pengubah musik klasik, konsep-konsep, seperti ridme, tema dan komposisi, relasi-relasi, seperti hubungan antara bentuk dan isi.
Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Jadi lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
1.      Faktor-faktor Penyebab Lupa
a.       Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Gangguan konflik ini terbagi menjadi dua yaitu:
•        Gangguan proaktif (Proactive interference) yaitu apabila materi pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Ini terjadi jika siswa mempelajari materi yang mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. (Psychology Education, 2002)
•        Ganguan retroaktif (retroactive interference) yaitu apabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa. Jadi materi pelajaran lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali, sehingga siswa tersebut lupa. (Psychology Education, 2002)
b.      Lupa dapat terjadi pada seseorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini dapat terjadi karena item informasi yang berupa pengetahuan tanggapan atau kesan dan sebagainya yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya sehingga ke alam ketidaksadaran.
c.       Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Andreson 1990). Jika siswa belajar hanya dengan mengenal melalui keterangan atau gambar saja, maka jika siswa menemui yang telah dipelajarinya, mereka akan lupa.
d.      Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, jika siswa telah mengikuti proses belajar-mengajar dengan tekun dan serius, karena hanya tidak suka dengan gurunya maka materi pelajarannya akan terlupakan.
e.       Lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa (Hilgard & Bower 1975)
f.        Lupa tentu saja dapat tejadi karena perubahan urat syaraf otak.

Senin, 06 Februari 2012

teknik analisis data

1.  Reduksi  Data 
Dari     lokasi   penelitian,   data   lapangan   dituangkan  dalam  uraian   laporan yang  lengkap  dan  terinci.   Data  dan   laporan  lapangan   kemudian   direduksi, dirangkum,  dan  kemudian dipilah-pilah    hal  yang  pokok,   difokuskan untuk dipilih  yang  terpenting  kemudian  dicari   tema  atau  polanya ( melalui  proses    
penyuntingan, pemberian kode dan pentabelan  ). Reduksi data  dilakukan   terus  menerus selama  proses   penelitian  berlangsung. Pada  tahapan  ini  setelah  data dipilah kemudian disederhanakan,  data  yang  tidak  diperlukan  disortir  agar memberi  kemudahan dalam  penampilan,  penyajian,  serta  untuk  menarik kesimpulan    sementara.   
 

   2.    Penyajian   Data
 Penyajian  data  (  display  data )   dimasudkan  agar   lebih   mempermudah  bagi  peneliti   untuk    dapat   melihat    gambaran   secara   keseluruhan   atau   bagian-bagian   tertentu  dari   data   penelitian.   Hal   ini  merupakan   pengorganisasian data   kedalam    suatu    bentuk   tertentu   sehingga    kelihatan   jelas   sosoknya  lebih  utuh.   Data-data   tersebut  kemudian   dipilah-pilah   dan  disisikan  untuk disortir   menurut  kelompoknya   dan   disusun   sesuai   dengan   katagori   yang  sejenis  untuk   ditampilkan  agar  selaras  dengan  permasalahan  yang   dihadapi,  termasuk     kesimpulan-kesimpulan    sementara    diperoleh   pada waktu    data direduksi. 

    3.  Penarikan   Kesimpulan /  Verifikasi  
         Pada    penelitian  kualitatif,    verifikasi   data   dilakukan  secara   terus   menerus   sepanjang    proses   penelitian    dilakukan.   Sejak pertama memasuki    lapangan     dan  selama proses pengumpulan   data,   peneliti   berusaha   untuk   menganalisis   dan mencari  makna  dari  data  yang  dikumpulkan,   yaitu   mencari  pola   tema,  hubungan   persamaan,  hipotetsis   dan   selanjutnya  dituangkan   dalam   bentuk  kesimpulan  yang   masih   bersifat  tentatif.       

           Dalam  tahapan  untuk  menarik kesimpulan  dari  katagori-katagori   data  yang   
telah  direduksi  dan  disajikan  untuk  selanjutnya menuju  kesimpulan  akhir  mampu
menjawab permasalahan yang   dihadapi. Tetapi  dengan   bertambahnya  data  melalui  
verifikasi secara terus menerus, maka diperoleh  kesimpulan  yang  bersifat  grounded. 
Dengan kata  lain, setiap  kesimpulan  senantiasa akan selalu terus dilakukan verivikasi 
selama  penelitian  berlangsung  yang melibatkan  interpretasi  peneliti.   Analisis   data  
merupakan  suatu  kegiatan  yang  logis,  data  kualitatif    berupa  pandangan-pandangan  
tertentu     terhadap   fenomena  yang   terjadi  dalam  kebijakan pendidikan, utamanya 
kebijakan   penerimaan mahasiswa  baru  di  PT, juga   beberapa   data  kuantitatif yang
terdiri  dari  angka-angka  untuk   mendukung adanya  prosentase hubungan antara  data 
yang  berkaitan  dengan  pokok bahasan.  Untuk  itu  diperoleh  suatu hubungan 
penyilangan    yang   dapat   memberikan  penjelasan   terhadap  dampak  kebijakan PT
terhadap   akses  masyarakat dalam   memperoleh  kesempatan  pemerataan  pendidikan 
tinggi. 
           Ketiga komponen   berinteraksi   sampai  didapat suatu kesimpulan  yang  benar.  
Dan     ternyata   kesimpulannya    tidak  memadai,   maka    perlu  diadakan  pengujian    
ulang,  yaitu dengan  cara  mencari  beberapa  data  lagi  di  lapangan,  dicoba  untuk  
diinterpretasikan  dengan  fokus  yang  lebih  ter arah.  Dengan   begitu,  analisis  data  
tersebut  merupakan    proses   interaksi    antara   ke  tiga   komponan    analisis  dengan  
pengumpulan   data,   dan  merupakan   suatu  proses  siklus sampai  dengan  aktivitas   
penelitian   selesai.   

METODE PENELITIAN

A.    Pendekatan Penelitiaan
Penelitian studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif  adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara , catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain.
Dalam penelita kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata.( Patton dalam Poerwandari, 1998)

B.    Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, karakteristik subjek adalah Sebagai berikut :
Subjek penelitian ini adalah wanita yang berusia 46 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, belum menikah, dan single mother. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 1 orang.

C.    Tahap-tahap penelitian
Dalam penelitian terdapat dua tahap penelitian, yaitu :
1.    Tahap Persiapan Penelitian
Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan demensi kebermaknaan hidup sesuai dengan permasalahan yang dihadapi subjek. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukan kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembibing penelitian  untuk mendapat masukan mengenai isi pedoman wawancarara. Setelah mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Tahap persiapan selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi yang disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan maka peneliti sesegera mungkinmencatatnya setelah wawancara selesai.
Peneliti selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada subjek tentang kesiapanya untuk diwawancarai. Setelah subjek bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan temapat untuk melakukan wawancara.

2.    Tahap pelaksanaan penelitiaan
Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahakan hasil rekaman berdasrkan wawancara dalam bentuk verbatim tertulis. Selanjutnya peneliti melakukan  analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di akhir bab ini. setelah itu, peneliti membuat dinamika psikologis dan kesimpulan yang dilakukan, peneliti memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

D.    Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitiaan ini, peneliti menggunakan 2 teknik pengumpulan data, yaitu :
1.    Wawancara
Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengmbilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.
Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara ini, interview dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tampa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit.
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat Tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks actual saat wawancara berlangsung (Patton dalam poerwandari, 1998)
Kerlinger (dalam Hasan 2000) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara :
a.    Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan.
b.    Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.
c.    Menjadi stu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak dapat dilakukan.
Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu :
a.    Retan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang penyusunanya kurang baik.
b.    Retan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai.
c.    Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang akurat.
d.    Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar oleh interviwer.


2.    Observasi
Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.
Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.
Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari perpektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut.
Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) salah satu hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena :
a.    Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau terjadi.
b.    Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif.
c.    Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari.
d.    Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.
e.    Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan menjadi bagian dari data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.

E.    Alat Bantu pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (1998) penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian.
    Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat Bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 alat bantu, yaitu :
1.    Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2.    Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi disusun berdasrkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan informasi yang muncul pada saat berlangsungnya wawancara.
3.    Alat Perekam
Alat perekam berguna Sebagai alat Bantu pada saat wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tampa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.



F.    Keabsahan dan Keajegan Penelitian

Studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitataif. Yin (2003) mengajukan emmpat criteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah Sebagai berikut :
1.    Keabsahan Konstruk (Construct validity)
Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastiaan bahwa yang berukur benar- benar merupakan variabel yang ingin di ukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau Sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Patton (dalam Sulistiany 1999) ada 4 macam triangulasi Sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu :
a.    Triangulasi data
Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.
b.    Triangulasi Pengamat
Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus bertindak Sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.
c.    Triangulasi Teori
Penggunaan berbagai teori yang berlaianan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.


d.    Triangulasi metode
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancra dilakukan.

2.    Keabsahan Internal (Internal validity)
Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat. Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang berbeda.
3.    Keabsahan Eksternal (Eksternal validity)
Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memeiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, penelitiaan kualitatif tetapi dapat dikatakan memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama.
4.    Keajegan (Reabilitas)
Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang sama, sekali lagi.
    Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.


G.    Teknik Analisis Data

Marshall dan Rossman mengajukan teknik analisa data kualitatif untuk proses analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian kualitatif  terdapat beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan (Marshall dan Rossman dalam Kabalmay, 2002), diantaranya  :
1.    Mengorganisasikan Data
Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape recoeder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah di dapatkan.
2.    Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema dan pola jawaban
Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data, perhatiaan yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam mekukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip wawancara dan melakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat.
Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap penagalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek.


3.    Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data
Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kemabali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan factor-faktor yang ada.
4.    Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data
Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud, peneliti masuk ke dalam tahap penejelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis merasa perlu mencari suatau alternative penjelasan lain tetnag kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternative penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdpat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternative lain melalui referensi atau teori-teori lain. Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.
5.    Menulis Hasil Penelitian
Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu hal yang membantu penulis unntuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakaiadalah presentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek dan significant other. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek dan significant other, dibaca berulang kali sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana di dalamnya mencangkup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.

Pengumpulan Data dengan Observasi


Macam-macam observasi: (Sanafiah Faisal: 1990)
  • Observasi Partisipatif, yang terbagi menjadi: Observasi yang Pasif, Observasi yang Moderat, Observasi yang Aktif, dan Observasi yang Lengkap.
  • Observasi Terus Terang dan Tersamar
  • Observasi tak Terstruktur

Observasi Partisipatif
  • Peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang diucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas yang diteliti (Susan Stainback:1998)
  • Klasifikasi (Sanafiah Faisal:1990)
  • Partisipasi Pasif : Peneliti mengamati tapi tidak terlibat dalam kegiatan tersebut.
  • Partisipasi Moderat :Peneliti ikut observasi partisipatif pada beberapa beberapa kegiatan saja, tidak semua kegiatan.
  • Partisipasi Aktif : Peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan narasumber, tapi belum sepenuhnya lengkap
  • Partisipasi Lengkap : Peneliti terlibat sepenuhnya dalam kegiatan narasumber

Observasi Terus Terang atau Tersamar
  • Peneliti berterus terang kepada narasumber bahwa ia sedang melakukan penelitian.
  • Suatu saat peneliti melakukan tidak berterus terang agar dapat mengetahui informasi yang dirahasiakan narasumber.

Observasi tak Berstruktur
  • Dilakukan dengan tidak Berstruktur karena fokus penelitian belum jelas
  • Apabila masalah sudah jelas, maka dapat dilakukan secara berstruktur dengan menggunakan pedoman observasi

Manfaat Observasi
  • Menurut Nasution (1988)
  • Peneliti akan mampu memahami konteks data secara menyeluruh.
  • Peneliti akan memperoleh pengalaman langsung.
  • Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang diamati oleh orang lain.
  • Peneliti dapat menemukan hal-hal yang tidak terungkap saat wawancara.
  • Peneliti dapat mengungkapkan hal-hal yang ada di luar persepsi responden.
  • Peneliti dapat memperoleh kesan-kesan pribadi terhadap obyek yang diteliti.

Obyek observasi
  1. Space : Ruang dalam aspek fisiknya
  2. Actor : Orang yang terlibat dalam situasi sosial
  3. Activity : Seperangkat kegiatan yang dilakukan orang
  4. Object : Benda-benda yang terdapat di tempat itu
  5. Act : Perbuatan / Tindakan tertentu
  6. Event : Rangkaian aktivitas yang dikerjakan orang-orang
  7. Time : Urutan Kegiatan
  8. Goal : Tujuan yang ingin dicapai
  9. Feeling : Emosi yang dirasakan dan diekspresikan orang-orang

Tahapan ObservasiObservasi Deskriptif :
  1. Peneliti belum menemukan masalah yang diteliti secara jelas
  2. Peneliti melakukan penjelajahan umum dengan melakukan deskripsi semua yang dilihat, semua yang didengar, dll.
  3. Observasi Terfokus :
  4. Observasi dipersempit pada aspek tertentu
  5. Observasi Terseleksi :
  6. Peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan, sehingga diperoleh data yang lebih rinci, peneliti telah menemukan karakteristik, perbedaan dan persamaan antar kategori

Pengumpulan Data dengan Wawancara

Pengertian :Menurut Esterberg (2002) : Wawancara adalah merupakan pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu

Macam-macam Wawancara
  1. Wawancara Terstruktur
  2. Bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
  3. Peneliti sudah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan alternatif jawaban.
  4. Wawancara Semi Terstruktur
  5. Dilaksanakan lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
  6. Bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka.
  7. Wawancara tak berstruktur
  8. Dilakukan secara bebas, peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara secara sistematis.
  9. Pedoman yang digunakan hanya garis-garis besar permasalahan.
  10. Peneliti belum mengetahui secara pasti apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan

Langkah-langkah Wawancara

  1. Menurut Lincoln & Guba, ada 7 langkah :
  2. Menetapkan kepada siapa wawancara akan dilakukan.
  3. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan.
  4. Mengawali atau membuka wawancara.
  5. Melangsungkan alur wawancara.
  6. Mengonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya.
  7. Menuliskan hasil wawancara.
  8. Identifikasi tindak lanjut hasil wawancara.

Jenis-jenis Pertanyaan dalam Wawancara
  • Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman.
  • Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat.
  • Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan.
  • Pertanyaan tentang pengetahuan.
  • Pertanyaan yang berkenaan dengan indera.

Hal-hal yang Berkenaan dengan Wawancara
  • Alat-alat wawancara :
  • Buku Catatan
  • Tape Recorder
  • Camera
  • Mencatat Hasil Wawancara
  • Hasil wawancara harus dicatat.
  • Untuk wawancara yang dilakukan secara. terbuka & tidak berstruktur, peneliti perlu rangkuman yang lebih sistematis.

Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumen
  • Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental yang lain.
  • Dokumen yang dipilih harus memiliki kredibilitas yang tinggi.

Triangulasi
  • Merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
  • Dengan Triangulasi, peneliti sebenarnya mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data

observasi (teknik dan alat pengumpulan data)

11.    Dokumentasi

Dalam kesempatan ini yang dibahas hanya beberapa alat pengumpul data yang sering digunakan dalam PTK. Adapun alat pengumpul data tersebut. Yaitu :
1.     Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau  observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan denganh kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok. Tipe – tipe pengamatan yaitu, pengamatan berstruktur (dengan pedoman), pengamatan tidak berstruktur (tidak menggunakan pedoman)
Untuk mencapai tujuan pengamatan, diperlukan adanya pedoman pengamatan.
Pengamatan sebagai alat pengumpul data ada kecenderungan terpengaruh oleh pengamat/observe sehingga hasil pengamatan tidak obyektif biasanya disebut dengan hallo efek (kesan yang dibentuk oleh pengamat). Untuk menghindari pengaruh ini digunakan dua atau tiga pengamat yang memiliki latar belakang keilmuan yang serupa.

Prosedur Observasi
a.    Beberapa Pendekatan
Sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya, berhubung dengan sifatnya yang sangat teknis maka paparan yang lebih rinci mengenai prosedur observasi dalam PTK dibahas secara tersendiri dalam bagian ini. Dalam hubungan ini, sebagai pengtantar dibahas berbagai sudut pandang yang dapat digunakan dalam menetapkan pilihan prosedur observasi yang akan digunakan dalam sesuatu siklus PTK. Dilanjutkan dengan langkah – langkah observasi serta teknik – teknik yang dapat dipilih.
Ada sejumlah kriteria yang dapat digunakan dalam memilih teknik observasi yang akan digunakan untuk sesuatu siklus tindakan perbaikan dalam rangka PTK. Adapun kriteria – kriteria yang dimaksud adalah (a) jenis data yang diperlukan dalam rangka implementasi sesuatu siklus tindakan perbaikan, (b) indicator – indicator yang relevan yang termanifestasikan dalam bentuk tingkah laku guru dan siswa (c) Prosedur perekaman data yang paling sesuai. Dan (d) pemanfaatan data dalam analisis dan refleksi.
Lebih jauh pencermatan beberapa pendekatan observasi berikut dapat berfungsi lebih mengarahkan pilihan prosedur observasi yang paling sesuai untuk keperluan yang sedang dihadapi.

1)    Interpretasi
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Kadar interprestasi dalam observasi dapat direntang mulai dari yang bersifat  sepenuhnya mekanistik tanpa interpretasi
Sehingga dinamakan low – inference observation seperi dikembangkan oleh Flanders (1970). Rekaman data hasil observasi yang serupa ini akan berbentuk tanda cacah (tallies) untuk masing – masing kategori amatan, dalam hubungan ini yang terdiri dari (i)teacher talk, (ii) pupil talk, dan (iii) silence/confusion. Meskipun memang ada kemanfaatannya, khususnya untuk memetakan kecenderungan pendominasian diskursis  (discourses) dalam interaksi pembelajaran, namun akan banyak juga sisi – sisi kajian lain yang tidaka kan tersentuh dengan prosedur observasi seruoa ini, misalnya yang berkenaan dengan mutu keputusan  dan/atau tindakan profesionala guru dalam pengelolaan interaksi pembelajaran. Sebaliknya, untuk keperluan yang terakhir ini, diperlukan high-inference observation, yaitu suatu observasi yang mempersyaratkan penafsiran teknis secara langsung dan cepat (instaneous interpretation) dalam perekaman data hasil observasi.

    Dengan kata lain fakta yang direkam dalamobservasi itu lansung diinterpretasikan dengan kerangka piker tertentu, misalnya yang diartikulasikan sebagai asas – asas pembelajaran siswa aktif (Learner-centered instruction).Ini berarti bahwa apa yang dikatakan, atau tidak dikatakan, apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh guru dan/atau siswa diberi makna yang khas dan unuk dalam mengobservasi sesuatu episode pembelajaran.



2)    Fokus
Dari segi titik tujuan observasi dapat dibedakan dari prosedur yang tidak secara a-priori menetapkan titik tujuan kecuali kehendak untuk memotret kesan umum tentang implementasi pendekatan pembelajaran siswa aktif  sebagaimana telah dikemukakan dalam butir sebelumnya. Di pihak lain sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Ada pula observasi yang sebelum pelaksanaannnya telah menetapkan titik –titik tujuan tertentu. Misalnya mengenai dominasi guru dalam diskursis pembelajaran atu kadar tuntutan intelektual  pertanyaan –pertanyaan yang diajukan guru (Low cognitive Level vs high cognitive Level). Ini berarti bahwa, dengan penetapan focus yang dimaksud perhatian pengamat terutama akan dibatasi pada titik incar yang telah ditetapkan itu. Di pihak lain ini tentu tidak dapat diartikan bahwa pengamat akan secara kaku menutup mata dan telinga  dari kejadian – kejadian di luar focus, yang justru dianggap memiliki makna dan/atau implikasi penting berkaitan dengan tindakan perbaikan yang tengah digelar.

Pada sisi lain, memang ada saatnya diperlukan observasi yang bersifat terbuka (open – ended). Tindakan perbaikan yang memasang prakarsa dan kreativitas siswa (atau guru) sebagi salah satu tujuannya akamn mempersyaratkan observasi yang lebih bersifat terbuka itu. Sebaliknya, penstrukturan yang terlalu dini dan atau kaku, akan gagal menjaring indicator –indikator yang berkenaan dengan prakarsa serta kreativitas siswa (atau guru) yang dimaksud.

3)    Pelaksana
Sebagaimana telah dikemukakakn, pada dasarnya  dalam konteks PTK guru yang merupakan actor tindakan adalah juga pengamat PTK. Meskipun kerja lama kesejawatan akan dapat sangat membantu produktivitas pengumpilan data dan, pada gilirannya, effektivitas PTK sebagai suatu bentuk perbaikan yang menjanjikan dampak positif yang berkelanjutan.

Meskipun memang dapat juga merupakan permasalahan yang dapat muncul dalam konteks dimana ada rekan sejawat yang menyediakan diri untuk berfungsi sebagai pengamat. Namun permasalahan cakupan dan obyektivitas merupakan titik –titik rawan apabila observasi juga harus dilakukan oleh guru sebagai actor PTK.

Salah satu format yang merupakan  modifikassi catatan lapangan. (field notes) yang dapat dimanfaatkan oleh guru yang merangkap fungsi sebagai pelaku tindakan perbaikan dan pengamat dengan hasil yang menjanjikan adalah Jurnal Harian. Pada dasarnya, jurnal harian yang produktif adalah yang mengandung 4 komponen yaitu (i) identifikasi konteks observasi. (ii) informasi factual yang menonjol dalam sesuatu periode observasi. (iii) makna dari informasi faktual tersebut dalam konteks di mana ia teramati. dan (iv) implikasi dari fakta dan makna yang dimaksud dalam butir ii dan iii dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang tengah digetar.

Dengan dokumentasi rekaman yang sistematis mulai dari konteks fakta, makna beserta implikasinya dalam sesuatu kerangka piker tertentu itu, maka proses refleksi akan terfasilitasi secara efektif dan effisien karena berhasil memanfaatkan data yang baiak cakupan maupun obyektifitas serta pemaknaannya cukup memadai.

4)    Tujuan
Dalam penelitian formal, observasi dilakukan untuk  mengumpulkan data yang sahib dan handal (valid dan reliable)yang dapat digunakan sebagai bahan dalam menjawab pertanyaan –pertanyaan penelitian, termasuk yang dikemas dalam bentuk  hipotesis – hipotesis. Sebaliknya, dalam PTK obsevasi dilakukan terutama untuk memantau proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk dapat menata langkah – langkah perbaikan atas prakarsa sendiri ini sudah ditekankan dalam konteks observasi kesejawatan (peer observation, peer supervision) yang telah dikemukakan sebelumnya. Akhirnya, yang jelas – jelas dan tegas – tegas harus dihindari dalam konteks PTK adalah observasi yang dalam pelaksanaannya terpusatkan pada pengungkapan kekurangan dan/atau kesalahan guru yang berfungsi sebagai actor tindakan perbaikan. Jelasnya observasi yang dalam praktek pelaksanaannya hanya terfokus pada kekurangan dan kesalahan guru itu akan berdampak merugikan misi PTK. Sebab informasi balikan  yang dihasilkannya akan dihadapai dengan sikap bermusuhan dan ketertutupan.

5)    Alat bantu rekam
Dari segi alat bantu rekam yang digunakan ragam prosedur observasi dapat direntang dari yang nyaris tidak menggunakan alat bantu rekam kecuali selembar kertas kosong, sampai dengan yang menggunakan alat rekam pandang dengar yaitu kamera video yang dapat merekam peristiwa secara relative original. Dalam banyak hal, penggunaan berbagai alat bantu rekam yang canggih itu memang sangat menggoda, dan untuk keperluan – keperluan tertentu. Memang menjanjikan kemanfaatan yang nyata dalam bentuk kelengkapan rekaman.

Namun disamping berbagai keuntungan yang dijanjikannya, penggunaan alat bantu rekam dalam konteks PTK juga perlu dipertimbangkan dari segi kelaikannya (feasibility). Artinya, hasil rekaman yang sangat lengkap dengan alat bantu rekam yang canggih itu, tidak akan termanfaatkan secara maksimal apabila untuk keperluan tayang ulang (replay) diperlukan persiapan dan/atau perlengkapan yang memakan waktu untuk menggelarnya. Belum lagi apabila juga diperhitungkan investasi yang diperlukan atau gangguan (intusion) yang diakibatkan dalam penggunaannya.

6)    Sasaran Observasi
Dalam PTK, observasi dipusatkan baik kepada proses maupun hasil (interim) tindakan pembelajaran beserta segala peristiwa yang melingkupinya. Sebagaimana telah dikemukakan, sama seperti pada tindakan pembelajaran yang dilaksanakan secara rutin. Pada saat dilaksanakannya suatu tindakan.secara bersamaan juga dilakukan pengamatan tentang segala sesuatu yang terjadidan tidak terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya,sebagaimana halnya dalam tindakan pembelajaran umumnya, data yang diperoleh dari observasi itu langsung diinterpretasikan maknanaya dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang telah direncanakan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pada gilirannya, data dan interpretasi hasil observasi tersebut dijadikan sebagai masukan dalam rangka pelaksanaan retleksi.

b.    Pilihan Prosedur Observasi
Dengan menggunakan kombinasi dari berbagai sudut pandang di atas sebagai rujukan, dapat dibedakan adanya 4 metode observasi yaitu observasi terbuka, observasi terfokus, observasi terstruktur dan observasi sistematik. Namun segera perlu ditambahkan bahwa derajat kebaikan dari metode – metode observasi tersebut dalam konteks PTK, terlebih – lebih apabila guru bertindak sebagai actor tunggal pelaksana PTK, tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu, para pelaksana  PTK perlu secara jeli dan tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu, para pelaksana PTK perlu secara jeli dan kreatif memodifikasi metode – metode observasi yang dimaksud sehingga sejauh mungkin memenuhi harapan baiak dari segi mutu data yang dapat dihasilkannya, maupun dari segi kelaikan implementasinya.

1)    Observasi Terbuka
Sebagaimana disarankan oleh namanya,observasi terbuka dapat secara harfiah dimulai dengan suatu halaman kosong, sehingga pengamat harus berimprovisaas dalam merekam “tonggak – tonggak penting” dalam pengggelaran proses pembelajaran dalam rangka implementasi tindakan perbaikan.Tujuannya adalah agar pengamat dapat merekonstruksi proses implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud dalam diskusi balikan. Varian yang lain yang sebenarnya telah mulai menampilkan struktur adalah dengan penggunaan kategori – kategori besar (broad categories) sasaran amatan yang secara komprehensif mencakup berbagai tindakan pembelajaran.

2)    Observasi terfokus
Observasi terfokus adalah observasi yang secara cukup spesifik diarahkan kepada sesuatu aspek tindakan guru atau siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu contoh kemungkinan fokusa amatan adalah dimensi – dimensi dari strategi bertanya yang dalam sesuatu episode pembelajaran.

3)    Observasi terstruktur
Observasi Terstruktur adalah ditandai dengan perekaman data yang relative sederhana, berhubung dengan telah tersediakannya format yang relatif rinci. Sebagai contoh dapat dikemukakan teknik bertanya yang digelar oleh guru dalam sesuatu episode pembelajaran, seperti (i) penyebaran pertanyaan kepada sebanyak mungkin siswa, (ii) jenis respons siswa karena ditunjuk atau mengajukan diri di samping (iii) respon guru terhadap jawaban siswa langsung ditangaani sendiri aatau dilemparkan kepada siswa lain. Dengan format rekaman yang relative rinci pengamat tinggal membubuhkan tanda cacah (tallies) atau tanda – tanda lain sehingga gejala yang diamati terpetakan secara rapi

4)    Observasi Sistematik
Dalam observasi sistematik pengkategorian kemungkinana bentuk dan jenis amatan distrukturkan secara lebih rinci lagi. Salah satu contoh dari observasi sistematik yang telah diketahui secara meluaas adalah format FIAC (Flanders’ Interaction Analysys Categories) yang memperkenalakan 3 kategori besar yaitu (i) teacher talk  (ii) pupil talk, dan (iii) silence

c.    Langkah – langkah Observasi
Dalam hala pelaksanaan PTK dilakukan secara kolaboratif, maka pelaksanaan observasi perlu dilakukan  dalam 3 fase kegiatan yaitu (i) pertemuan perencanaan, (ii) Pelaksanaan observasi kelas, dan (iii) Pembahasan balikan. Berikut dijelaskan secara lebih rinci hal – hal yang berkaitan dengan observasi interpretasi dalam rangka penyelenggaraan PTK secara kolaboratif tersebut.

1)    Pertemuan Perencanaan
Dalam menyusun rencana observasi perlu diadakan pertemuan bersama untuk menentukan urutan kegiatan observasi dan menyamakan persepsi antara observer (pengamat) dan observee (yang diamati) mengenai focus. Kriteria atau kerangka piker interpretasi di samping teknik observasi termasuk perekaman hasil observasi yang akan digunakan. Bila kesamaan pandang telah tercapai, maka di satu pihak keinginan masing – masing  dapat dipenuhi sedangkan di pihak lain kekakuan dalam mengobservasi  dapat di kurangi kondisi kerja  seperti ini dapat menghemat waktu ayng di gunakan dalam melaksanakan observasi di kelas dalam mendiskusikan balikan dan dalam melakukan refleksi serta dalam menyusun rencana tindak lanjut, apabila diperlukan.

a)    Penetapan focus Observasi
Fokus Observasi adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran tujuan dalam pelaksanaan observasi. Dalam rangka PTK, focus observasi dibatasi pada sasaran – sasaran tertentu yang diprioritaskan dalam kerangka piker tindakan perbaiakan yang tengah di gelar dalam sesuatu siklus PTK. Berhubung dengan hakekatnya yang khas, maka ada 3 catatan yang perlu diingat dalam pelaksanaan observasi dalam rangka PTK, yaitu (i) actor tindakan perbaikan adalah juga pelaku utama pelaksanaan  observasi, dengan resiko bahwa cakupan  wilayah observasinya kemungkinan akan lebih terbatas, dibandingkan dengan apabila ada mitra yang dapat memberikan bantuan, (ii) Sebagaimana telah ditekankan sebelumnya, kehadiran pengamat mitra berperan melengkapi amatan dari pelaksana tindakan  perbaikan, bukan menggantikannya, dan
(iii) Sebagai pengamat, mitra tetap berfungsi sebagai pengamat, bukan sebagai supervisor penuh atau paling banyak sebagai peer supervisor.

b)    Kriteria Observasi
Kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan observasi adalah kerangka pikit yang digunakan dalam menafsirkan makna dari berbagai fakta yang terekam sebagai indicator dari berbagai gejala yang diharapkan terjadi sebagai perwujudan dari proses atau dampak  dari tindakan perbaikan yang diimplementasikan. Kerangka piker tersebut dapat lebih bersifat kuantitatif seperti misalnya dalam bentuk frekuensi pertanyaan yang diajukan siswa dalam sesuatu kurun waktu tertentu. Sebaliknya, kerangka piker tersebut dapat juga lebih menampilkan sifat kualitataif seperti berkenaan dengan sifat dan/atau tujuan pertanyaan yang diajukan itu (pertanyaan factual atau pertanyaan analitik, pertanyaan evaluatif dan pertanyaan – pertanyaan yang menuntut pengerahan proses kognitif tingkat tinggi lainnya.
Namun yang lebih sering dibutuhkan adalah kombinasi di antara keduanya. Yang tentu saja harus diramu secara kontekstual sesuai dengan tujuan, materi dan prosedur yang terdapat dalam scenario di satu pihak, serta sesuai pula dengan mini perbaikan dari hipotesis tindakan yang kebetulan di gelar pada saat itu. Pada gilirannya, sebagaimana telah diisyaratkan di awal bagian ini, kriteria observasi menyediakan kerangka acuan yang dapat digunakan untuk menunjau kembali berbagai aktivitas yang telah digelar sebagai perangkat tindakan perbaikan. Oleh karena itu, pengembangan kriteria observasi sekaligus juga merupakan pemetaan kerangka piker yang membingkai tindakan perbaikan.

Beberapa contoh kriteria observasi dalam rangka PTK dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.    Peningkatan proses pembelajaran, seperti :
(a)    Peningkatan frekuensi dan/atau kualitas pertanyaan siswa dalam interaksi  belajar – mengajar.
(b)    Peningkatan kerja sama antar siswa dalam pelaksanaan tugas – tugas pembelajaran
(c)    Peningkatan jumlah dan/atau ragam sumber belajar yang dimanfaatkan oleh siswa.

2    Peningkatan hasil belajar, seperti :
(a)    Peningkatan perasaan puas para siswa
(b)    Peningkatan perasaan ingin tabu para siswa
(c)    Peningkatan jumlah, jenis dan/mutu produk belajar yang dihasilkan siswa
(d)    Peningkatan prestasi akademik konvensional
(e)    Penurunan frekuensi terjadinya miskonsepsi terhadap materi belajar

3    Peningkatan keterlibatan warga sekolah dalam tindakan perbaikan, seperti :
(a)    Keterlibatan sejawat guru – guru lain dalam tindakan – tindakan perbaikan yang serupa
(b)    Dukungan pimpinan sekolah dan para orang tua siswa
(c)    Pemanfaatan hasil PTK oleh sejawat guru lain

c)    Alat bantu observasi
Berbagai alat bantu observasi dapat digunakan untuk memfasilitasi perekaman data sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki. Berbagai alat bantu tersebut dapat direntang mulai dari yang paling terbuka sampai dengan yang paling terstruktur. Selain itu juga terdapat alat bantu rekam elektronik yang dapat mendokumentasikan peristiwa secara relative lengkap sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, alat bantu yang paling terbuka adalah selembar kertas kosong.
Penstrukturan awal dilakukan dengan menetapkan terlebuh dahulu focus observasi berupa pokok – pokok titik incar. Penstrukturan dapat lebih ditingkatkan dengan penggunaan checklist termasuk yang merekam data secara mekanistik tanpa interpretasi secara format RAC (Flanders’ Inter-Action Categories)
Alat bantu rekam elektronik memang menjanjikan kelengkapan dokumentasi, meskipun masih mengandung keterbatasan – keterbatasan juga. Kamera hanya mampu merekam informasi audio, sedangkan kamera video dapat merekam 2 dimensi informasi yaitu audio dan visual, meskipun masih tetap ada keterbatasan teknis seperti misalnya dari segi sudut pandang kamera.

c)    Ketarampilan Mengobservasi
Dari segi keterampulan mengobservasi, tidak setiap orang yang berkeinginan, secara begitu saja terampil melakukan observasi. Ada 3 keterampilan utama yang diperlukan untuk dapat melakukan observasi yang baik, yaitu :

(1)    Kemampuan “menunda” kesimpulan :
Ketegasan dalam penarikan kesimpulan dapat diatasi dengan selalu  “kembali” kepada focus serta tata aturan observasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengamat yang efektif merekam baik fakta yang dilihatnya dari kerangka piker tindakan perbaikan yang digelar melalui PTK.
Pengamat apakah itu guru pelaku tindakan perbaikan atau mitra pengamat harus secara eksplisit memisahkan antara fakta dengan interpretasi terhadap fakta yang dimaksud. Dengan kata lain kedua-duanya memang harus direkam, namun secara jelas diindikasikan pemilahannya. Fakta yang direkam tanpa penyorotan dari sesuatu bingkai piker, akan kehilangan maknanya sebaliknya rekaman hasil observasi yang hanya memuat interpretasi, cenderung menampilkan gambaran yang distortif (biased)
Alat bantu perekaman elektronok lebih berpeluang menghasilkan gambaran yang lebih obyektif, anamun agar benar – benar bermanfaat sebagai masukan, interpretasi yang dilabel secra jelas memang dibutuhkan. Oleh karena itu, hasil rekaman elektronik harus secepatnya ditranskripsikan dan dibubuhi catatan – catatan interpretative sesuai dengan keperluan sehingga terwujud sebagai catatan lapangan (field-notes)
Alat bantu yang lebuh sederhana yang sangat praktis namun juga cukup produktif. Sehingga cocok digunakan oleh pengamat yang juga sekaligus pelaku tindakan, adalah jurnal harian. Sebagaimana telah dikemukakan jurnal harian merupakan semacam catatan harian sehinggga dapat berfungsi sebagai rekaman pengmatan yang sangat efektif, apabila distrukturkan sedemikian sehingga mengandung (a) rekaman factual, (b) pemberian makna terhadap informasi factual yang terekam itu, dan (c) paparan mengenai implikasinya dilihat dari kerangka piker PTK yang tengah dilakukan.

(2)    Keteampilan dalam hubungan antar pribadi.
Khususnya apabila melibatkan mitra sebagai pengamat. Maka diperlukan pendekatan hubungan antar pribadi agar “campur tangan “ pihak luar, tidak justru menimbulkan komplikasi – komplikasi yang tidak perlu. Yang penting ditekankan adalah agar masing – masing pihak, baik yang diamati maupun yang mengamati “bertemu” dalam arena denagan maksud untuk saling membantu dalam belajar.

(3)    Kemampuan teknis
Untuk menungkatkan produktivitas, diperlukan kemampuan teknis di pihak pengamat untuk menjadwal. Memilih “sample peristiwa” serta instrumentasi (protokol, checklist dan format – format perekaman data lain) yang paling tepat secara kontekstual sesuai dengan sosok dalam perbaikan yang bersangkutan yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi melalui pengamatan.
(4)    Pelaksanaan Observasi
Pada waktu observasi dilakukan, observer mengamati proses belajaran dan mengumpulkan data mengenai segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran tersebut, baiak yang terjadi pada guru maupun situasi kelas.Perlu diingat bahwa observer hanya mencatat yang dilihat dan didengar bukan memberikan penilaian atau mengganggu. Untuk menghilangkan ketegangan guru selama diobservasi, pada akhir observasi dilakukan diskusi yang bersifat positif selama 5 atau 10 menit. Observer sebaliknya juga memberikan salinan catatan observasi kepada guru yang diobservasi.

(5)    Diskusi Balikan
Sebagaiman telah dikemukakan diskusi balaikan harus dilaksanakan dalam situasi yang tidak menakutkan melainkan saling mendukung (mutually supportive) serta didasarkan pada informasi yang diperoleh selama observasi.penentuan serta penetapan target dilakukan berdasarkan pembahasan yang terjadi dalam diskusi balikan. Target – target yang ditetapkan itu hanya bersifat realistis dalam arti balik untuk dicapi dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Pada gilirannya, rencana tindakan untuk pengembanagan berikutnya juga disusun dengan bertolak dari diskusi balikan dimana segala sesuatu yang terjadi dan tidak terjadi selama implementasi tindakan perbaikan itu direfleksikan.
Secara visual ketiga fase observasi kelas dapat digambarakan sebagai berikut :

Planing Meeting




Feedback Discussion                                                  Calassropom Observation



The three-phase observation cycle (Hopkin,1993:81)


(6)    Perencanaan Tindak Lnjut
Sebagaimana telah dikemukakan, dalam diskusi balikan apabila diperlukan, ditetapkan sasaran – sasaran baru perbaikan. Pada gilirannya sasaran – sasaran baru perbaikan tersebut merupakan titik tolak untuk perancangan tindakan perbaikan untuk siklus berikutnya atau apabila sesuatu tujuan perbaikan telah dinilai tercapai secara cukup memuaskan, terbuka peluang untuk mengidentifikasi permasalahan – permasalahan baru yang memerlukan pengatasan melalui PTK.
Dengan daur kegiatan PTK seperti ini, maka akan terpiculah mekanisme perbaikan yang berkelanjutan.

2.    Wawancara
Salah satu cara untuk mengumpulkan data ialah dengan jalan mengajukan pertanyaan – pertanyaan kepada subyek penelitian.Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai fakta, keyakinan, perasaan, niat, dsb. Ada beberapa jenis pertanyaan lisan yaitu wawancara.
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subyek yang diteliti. Wawancara memilki sifat yang luwes, pertanyaan yang diberikan dapat disesuaikan dengan subyek, sehingga segala sesuatu yang ingin diungkap dapat digali dengan baik. Ada dua jenis wawancara berstruktur dan tidak berstruktur. Dalam wawancara berstruktur, pertanyaan dan alternative jawaban yang diberikan kepada subyek telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pewawancara.
Wawancara tidak berstruktur bersifat informal. Pertanyaan tentang pandangan, sikap, keyakinan subyek, atau keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subyek.

3.    Kuesioner
Kontak langsung dengan para subyek yang diperlukan dalam wawancara memakan waktu yang lama, tenaga, dan biayanya. Banyak informasi yang dapat dikumpulkan dengan perantaraan daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada subyek yang diteliti. Kuesioner ada dua macam kuesioner berstruktur atau bentuk tertutup dan kuesioner tidak berstruktur atau terbuka. Kuesioner berstruktur berisi pertanyan yang disertai dengan pilihan jawaban. Kuesioner tak berstruktur pertanyaan tidak disertai dengan jawaban.

4.    Tes
Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang di berikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban – jawaban yang dijadikan penetapan skor angka. Adapun jenis tes dalam penelitian adalah tes prestasi belajar, dan tes kecerdasan.

5.    Daftar inventori kepribadian
Ada beberapa jenis ukuran kepribadian, masing – masing mencerminkan sudut pandang yang berbeda – beda. Peneliti harus mengetahui secara tepat lebih dulu apa yang ingin diukurnya baru kemudaian memilih instrument. Tiga jenis ukuran kepribadian yang paling abanyak dipakai adalah daftar inventori, skala penilaian, dan teknik proyektif.

a.    Daftar inventori adalah daftar pertanyaan yang menggambarkan pola – pola tingkah laku dan mereka diminta untuk menunjukkkan apakah tiapa – tiap pernyataan merupakan ciri tingkah laku mereka dengan jalan memberi tanda cek pada jawaban ya, tidak atau tidak tahu. Skor diperoleh dengan menjumlahkan jawaban yang sesuai dengan sifat yang sedang diukur.
b.    Skala Penilaian
Skala penilaian merupakan alat penilaian yang memerlukan penilaian yang bdilakukan oleh seseorang terhadap tingkah laku atau penampilan orang lain. Penilaitinggal memberikan nilai pada suatu kontimum(rangkaian satuan) atau suatu kategori yang menggambarkan cirri tingkah laku orang yang dinilai. Jenis skala penilaian ada dua, yaitu skala grafis dan skala kategori.


c.    Teknis Proyeksi
Teknik Proyeksi adalah ukuran yang dilakaukan dengan jalan meminta seseorang memberikan respon kepada suatu stimulus yang ambigu atau yang tak tersusun. Teknik ini disebut proyeksi karena seseorang diharapkan memroyeksikan kebutuhan, keinginan, ketakutan, kecemasannya sendiri dalam stimulus tersebut. Berdasarkan penafsiran dan tanggapan subyek, peneliti mencoba menyusun suatu gambaran menyeluruh tentang struktur kepribadian seseorang. Contoh tes Appersepsi Tematik (TAT). Tes Rorsharch yang menggunakan noda tinta.

6.    Skala
Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek, atau tingakah laku denga tujuan mengukur sifat. Skala ini biasa digunakan untuk mengukur sikap, nilai – nilai, dan minat. Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh seseorang memiliki ciri yang ingin diteliti. Skala ini memiliki (skala Thurstone), summated scale (skal Guttmjan), dan semantic differential scale.
i.    Skala Likert, skala jenis ini merupakan sejumlah pernyataan positif dan negative mengenai suatu obyek sikap. Dalam memberikan respon terhadap pernyataan dalam skala ini, subyek menunjukkan sangat setuju, setuju, tidak mempunyai pilihan, tidak setuju, atau sangat tidak setuju. Contoh Pendidikan Luar Biasa hendaknya dipisahkan dengan pendidikan untuk anak normal.
Sanagat setuju (2), setuju (1), tidak mempunyai pilihan (0), tidak setuju (-1), dan sangat tidak setuju(-2)
ii       Skala Thurstone
Thurstone mengembangkan suatu metode untuk menentukan nilai skala tertentu pada hala – hal yang mewakili berbagai tingkat sikap yang menyenagkan. Skala yang dikembangkan oleh Thurstone ada 11 dari menyenagkan, netral sampai tidak menyenagkan.
iii       Skala Guttman
Teknik kumulatif timbul karena memberikan kritikan pada skala sikap Thurrstone dan skal likert mengatakan bahwa skala – skala tersebut memuat pernyataan – pernyataan heterogen mengenai berbagai dimensi obyek sikap. Guttman mengembangkan suatu teknik untuk mengatasi masalah ini dengan menggolongkan skala berdimensi tunggal, bermaksud menetapkan apakag sikap yang sedang diselidiki benar – benar hanya menyangkut asatu dimensi. Suatu sikap dianggap berdimensi tunggal kalau sikap itu menghasilkan skala yang kumulatif, yaitu skala yang butir – butirnya berkaitan satu sama lain sedemikian rupa sehingga seorang subyek yang setuju dengan pernyataan nomor 2,akan merasa setuju dengan nomor 1. Contoh reponden diminta setuju atau tidak setuju.
1)    Manfaat POMG sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasi
2)    POMG mempunyai pengaruh besar guna meningkatkan peranan sekolah
3)    POMG adalah organisasi yang paling penting di Indonesia guna meningkatkan peranan sekolah

Contoh Tabel Skala Guttman


______________________________________________________________________

        Setuju dengan                 Tidak setuju Dengan
                Pernyataan nomor                                Pernyataan nomor
Skor            3          2         1            3          2          1

3            X    X    X            0    0    0

2            0    X    X            X    0    0

1            0    0    X            X    X    0

0            0    0    0            X    X    X

Apabila ini adalah skala kumulatif, maka seharusnya dapat disusun semua tanggapan responden ke dalam pola seperti pada table diatas. Dengan demikian jika skor seseorang diketahui, maka seharusnya kita dapat mengatakan dengan tepat pertanyaan – pertanyaan mana yang di setujui oleh subyek itu.Misal, semua responden mempunyai skor 2, yaitu percaya bahwa manfaat POMG sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan peranan sekolah, namun tidak percaya  POMG adalah organisasai yang paling penting di Indonesia untuk meningkatkan peranan sekolah.
Subyek dapat dirangking berdasarkan tanggapan mereka terhadap skala itu. Oleh karena itu peneliti harus membentuk pernyataan – pernyataaan tertentu. Kemudian pola tanggapan yang sebenarnya diteliti dan diukur, sejauh mana tanggapan itu dapat direproduksi dari skor keseluruhan. Salah satu cara yang di lakukan adalah membagi jumlah total kesalahan dengan jumlah total tanggapan dan hasilnya dipakai untuk mengurangi angka satu, sehingga diperoleh koefisien reproduksibilitas. Guttman  menyarankan nilai 0,90 sebagai membentuk skala berdimensi tunggal (Komulatif)
iv.    Semantic defferential scala (skala perbedaan makna)
Pendekatan lain untuk mengukur sikap terhadap obyek, subyek dan kejadian adalah skala perbedaan makna. Skala ini dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannenbaum. Skala ini di dasarkan pada pandangan bahwa obyek itu mempunyai dua macam makna bagi seseorang, yaitu magna denotative dan konotatif, yang dapat dinilai sendiri – sendiri. Magna denotatif suatu subyek dapat dengan mudah dinyatakan, namun tidak begitu dengan magna konotatif. Suatu subyek secara tidak lansung, yaitu dengan menggunakan sejumlah kata – kata sifat yang mempunyai dua kutub (bipolar) dan meminta beberapa orang untuk menilai obyek itu dengan berpedoman pada kata – kata sifat. Osgood menggunakan skala ini atas tujuh titik dengan angka 0 sebagai titik tengahnya ke atas sampai + 3 dan ke bawah – 3 untuk menilai sikap.

Baik        +3    +2    +1    0    -1    -2    -3    Buruk
Bersih        +3    +2    +1    0    -1    -2    -3    Kotor       
Manis        +3    +2    +1    0    -1    -2    -3    Pahit
Kuat        +3    +2    +1    0    -1    -2    -3    Lemam
Besar        +3    +2    +1    0    -1    -2    -3    Kecil
Berat        +3    +2    +1    0    -1    -2    -3    Ringan
Aktif        +3    +2    +1    0    -1    -2    -3    Pasif
Cepat        +3    +2    +1    0    -1    -2    -3    Lambat
Panas        +3    +2    +1    0    -1    -2    -3    Dingin

Dengan mengetahui penilai para subyek terhadap suatu obyek, peneliti dapat menetapkan adalah sikap masing – masing terhadap obyek tersebut positif atau negative. Skor sikap seorang responden dapat dibandingkan dengan sikap umum terhadap obyek itu oleh suatu kelompok yang ditunjuk. Dapat juga sampai skor sikap responden denga jalan membandingkan sikap sejumlah orang terhadap obyek tersebut, dan dengan membandingkan pola penilaian mereka dengan pola penilaian orang lain.
Osgood dkk membagi menjadi tiga kelompok kata sifat yaitu,
Evaluatif; terdiri dari baik – buruk, bersih – kotor
Potensi; terdiri kuat – lemah, besar – kecil, dan
Aktivitas; terdiri aktif – pasif, cepat – lambat.