Senin, 21 Februari 2011

Ketika Menerima pun Membutuhkan Keikhlasan

“Ketika kita memberikan sesuatu kepada orang lain, memberilah dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan”, saya rasa kata-kata inilah yang sering diajarkan oleh orang tua kita masing-masing ketika masih kecil dahulu. Sebuah kata-kata bijak yang menjadi pondasi perilaku baik seorang anak manusia. Namun sadarkah kita bahwa keikhlasan tidak hanya dibutuhkan ketika memberi namun juga keikhlasan juga harus menjadi pondasi hati ketika menerima sesuatu dari orang lain.

Ketika menerima pun kita membutuhkan keikhlasan, keikhlasan apakah yang kita bangun? tidak lain adalah keikhlasan hati, sebuah bentuk penyadaran diri untuk secara sadar menerima pemberian orang lain sebagai sebuah ungkapan kasih sayang dan perhatian. Keikhlasan hati juga berarti sebuah sikap mewarnai hati ini dengan bangunan-bangunan prasangka yang positif dengan menghindari prasangka bahwa ada pamrih yang diharapkan oleh orang yang memberi.

Menyadari hal itu maka sikap menolak merupakan cerminan dari ketidakikhlasan. Menolak muncul dari sikap tidak enak, takut merepotkan, takut tidak bisa membalas, dan yang lebih ekstrem adalah takut karena ada sesuatu yang diharapkan sang pemberi. Semua respon tadi adalah respon negatif yang menjadikan diri ini menjadi pribadi yang negatif pula.

Memang ketika menerima kita juga harus melihat pribadi si pemberi, kita harus mampu memberikan penilaian secara tepat mengenai tindakan yang dia lakukan. Namun proteksi yang berlebihan terhadap diri pribadi justru akan membangun jembatan negatif di dalam diri. Sadar atau tidak ketika hati ini sudah diliputi ketakutan yang berlebihan untuk menerima sesuatu karena takut tidak bisa membalas atau dimintai imbalan, maka seketika itu juga kita sudah mengotori kesucian hati ini dengan prasangka-prasangka.

Bahwa yang memberi telah berbuat baik dan patut mendapatkan pahala adalah sesuatu yang tidak kita nafikan, namun bukan berarti perbuatan memberi itu menimbulkan kewajiban bagi yang menerima untuk membalasnya. Alam semesta (baca: Tuhan) sudah memiliki mekanisme hukum yang sangat sempurna untuk menangani hal ini. Alamlah yang akan mencatatnya dalam buku pahala dan suatu saat alam juga yang akan memberikan balasan yang setimpal atas perbuatan baik si pemberi. Alam akan melakukannya melalui tangan-tanganNya yang ada di dunia ini dan tidak harus melalui tangan sang penerima.

Sikap menerima dengan ikhlas juga merupakan sikap menerima dengan tulus jawaban dari doa-doa yang kita panjatkan sehari-hari kepadaNya. Pernahkah kita mendengar cerita seorang pendeta yang kuilnya dilanda banjir namun tetap bersikukuh menolak bantuan dari sesamanya dengan alasan bahwa Tuhan sendiri yang akan datang menolongnya. Ketika kematian akhirnya menjemput, di Surga pendeta itu mempertanyakan sikap Tuhan yang tidak menolongnya. Namun tahukah anda apa jawaban Tuhan? “Saya sudah datang menyelamatkan anda dengan menawarkan truk, mengajak naik perahu karet dan helikopter, namun Anda tetap menolaknya”. Kita tidak akan pernah tahu bahwa tangan yang memberikan kita sesuatu adalah tangan Tuhan yang berusaha menjawab Doa-Doa kita, karena Tuhan akan menolong kita dalam bentuk yang paling gampang diterima manusia. Jadi, disamping tetaplah memberi sesama dengan ikhlas maka tetaplah juga membangun keikhlasan ketika menerima.

Semoga hati sanubari kita terbuka bahwa Allah Swt, lah yg paling segalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar