Selasa, 16 Agustus 2011

Peluang Usaha Urine Kelinci yang menjanjikan

Kelinci, binatang pengerat yang memiliki tubuh menarik. Banyak dipelihara menjadi hewan rumahan yang lucu. Dagingnya bias diolah menjadi berbagai macam masakan khas. Tongseng, gule, dan yang paling banyak diminati, sate.

Selain tekstur daging yang lembut dan gurih, sate kelinci banyak diyakini memiliki khasiat untuk menjaga stamina dan vitalitas. Bahkan, ternyata urine (air kencing) kelinci pun biasa diolah menjadi pupuk cair.

Di tangan Naryono (60), urine kelinci yang pesing dan dianggap menjijikkan itu ternyata bisa diolah menjadi pupuk cair bernilai ekonomi tinggi.

Prosesnya sederhana. Urine yang ditampung kemudian difermentasi dijadikan pupuk organik dan menyuburkan tanaman.

Awalnya memang abanyak orang yang menganggapnya aneh. Tanaman padi miliknya tidak bisa tumbuh seperti milik tetangga yang diberi pupuk kimia.

Tanaman milik Naryono biasa-biasa saja. Namun niatnya untuk memanfaatkan urine kelinci sebagai pupuk utama tetap dilakukan. Meskipun lingkungan waktu itu masih menganggapnya itu perbuatan bodoh.

Tapi pada saat panen, ternyata hasil nya juga tidka kalah bagus dengan tanaman tetangga yang dipupuk kiimia. Terlebih lagi setelah jalan pada tahun ke empat. Ternyata tanaman padi milik Naryono semakin bagus. Meskipun penggunaan pupuknya tidak sebanyak pemupukan tetangganya yang menggunakan pupuk kimia.

“Selama tanam saya hanya menggunakan satu liter pupuk air dari urine kelinci hasil buatan saya sendiri. Ternyata lebih irit dan ekonomis,” papar Naryono yang tinggal di Dusun Nglahar Sumbersari Moyudan Sleman.

Menurutnya, pupuk pabrik terutama urea, memang bagus untuk tanaman padi. Tapi jika terus menerus dilakukan akibatnya tanah menjadi bantat, kehilangan kesuburan.

Melihat kenyataan tersebut, dia mencoba memanfaatkan urine kelinci menjadi bahan utama untuk membuat pupuk organik yang ramah lingkungan.

Munculnya ide membuat pupuk cair berbahan utama urine kelinci menjadi bahan utama membuat pupuk organik yang ramah lingkungan.

Munculnya ide membuat pupuk cair berbahan utama urine Kelinci, bermula setelah mengikuti sekolah lapangan dari dinas pertanian Sleman tahun 1998. Dia tergelitik dengan celetukan kalau bahan pupuk yang bagus itu dari urine binatang. Semakin kecil binatang semakin bagus pula urinenya untuk pupuk.

“Saya pikir yang plaing bagus pasti kelinci. Lantas saya coba,” kenangnya.

Selain untuk tanaman padi, pupuk hasil bikinian Naryono ternyata cocok juga untuk bawang merah, kacang panjang, cabe dan palawijaya. Ada dua jenis pupuk yang diproduksi bapak tiga anak yang hanya berpendidikan SMP ini. Pupuk cair untuk tanaman padi dan palawija serta pupuk khusus untuk buah-buahan.

Proses membuat kedua pupuk ini memang tidak ada bedanya. Melalui fermentasi sederhana. Hanya saja ada bahan khusus untuk pupuk buah-buahan yang harus ditambahkan yaitu limbah buah-buahan busuk.

“Bahan untuk membuat pupuk ini sebenarnya sederhana. Siapa saja bisa mengerjakan. Tetapi memang harus telaten dan hati-hati ungkapnya.

Urine kelinci yang sudah ditampung dalam tong besar, kemudian diberi bahan tambahan berupa parutan berbagai macam empon-empon, tetes tebu, ragi tape, terasi dan guano. Lalu ditutup rapat selama sehari semalam.

Setelah itu dibuka agar gasnya keluar. Lalu ditutup kembali dan dibuka dua hari sekali. Langkah ini disebutnya sebagai proses penggembosan.

Setelah melalui proses tiga kali penggembosan, tong kemudian dibuka untuk mengeluarkan gas keseluruhan. Begito proses ini selesai, pupuk cair urine kelinci siap digunakan.

Penggembosan wajib dilakukan, sebab bila tidak dilakukan, drum atau tong pasti akan meledak. Proses fermentasi urin untuk sempurna menjadi pupuk cair yang berkualitas hanya membutuhkan sepuluh hari. Kegiatan yang ternyata mendatangkan rupiah berlimpah ini hanya dilakukan di samping rumahnya.

Untuk mendapatkan bahan utama berupa urine kelinci, Naryono membelinya dari peternak kelinci di lingkungannya dengan harga per liter Rp. 1.000. Satu liter urine kelinci, dibutuhkan dengan lama tampung selama dua hari.

Setelah menjadi pupuk cair, lantas dituang ke dalam botol bekas air kemasan satu literan. Untuk harga, dipatok sebesar Rp. 5 ribu.

Namun setelah masuk pasaran dan sudah diberi label merk tertentu biasa, dilempar ke konsumen menjadi Rp. 20 ribu.

Meski banyak permintaan dan secara ekonomis menguntungkan, Naryono tidak memproduksinya secara massal. Sebab, meskipun ramah lingkungan, ketika proses penggembosan urine kelinci selalu mengeluarkan bau tidak sedap. Produksi terbesar yang pernah dilakukannya, hanya 400 liter per hari.

Dia juga amat suka berbagi ilmu pembuatan pupuk cair. Bahkan dulu pernah ada beberapa dosen UGM yang ikut membuat pupuk cair di rumahnya. Karena itu dia tidak tertarik mematenkan formula pembuatan pupuk cair biar saja ini menjadi kekayaan para petani yang akan mencobanya.

Sebelum diyakini memiliki khasiat hebat, dia lakukan percobaan di lahan seluas 700 meter miliknya. Menggunakan sistem penyemprotan sepuluh hari setelah tanam dengan dosisi seperempat liter. Kemudian setiap selang sepuluh hari dilakukan penyemprotan lanjutan dengan dosis yang sama sampai usia tanam padi selama empat puluh hari. Ternyata hasilnya tidak kalah dengan yang menggunakan pupuk pabrikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar