Selasa, 28 Juni 2011

Kiat dan Siasat bertahan guna menghadapi gempuran Sapi Impor

Banyak peternak sapi mengalami kerugian. Harga sapi anjlok drastis. Anehnya, harga daging tetap menjulang tinggi. Kenyataan Ini menjadi sebuah misteri

Tantangan para penguaha sapi, tak hanya penurunan daya beli masyarakat. Impor sapi yag seolah dibiarkan mengkoyak-koyak usaha peternakan rakyat, kian merunyamkan usaha peternakan sapi

Jika banyak peternak frustasi dan menghentikan usahanya, yang diuntungkan importer dan peternak luar negeri. Kelak jika usaha peternakan sapi dalam negeri hancur, bukan tak mungkin harga sapi-sapi impor melambung.

Kondisi tersebut harus disiasati. Seperti diungkap oleh Evi Irawati. Manajer pemasaran CV Restu Bumi Pleret Bantul itu mengaku, peternak harus melakukan terobosan agar terhindar dari kerugian.

Terobosan yang dilakukan itu adalah dengan melakukan bisnis produk derivate. Untuk mengatasi anjloknya harga sapi, mereka memotong, mengolah daging menjadi makanan kemasan serta memasarkan produk tersebut langsung ke konsumen.

Strategi tersebut jitu. Di saat para peternak sapi mengalami keterpurukan sejak tahun 2010 lalu, justru Restu Bumi menambah kandang dengan kapasitas 80 ekor sapi. Sehingga saat ini mereka mampu memelihara 250 ekor sapi per siklus, 3 – 4 bulan.

Semua potensi sapi diolah untuk meningkatkan nilai ekonomi, Kulit, diubuat menjadi rambak, Jerohan, khususnya paru, diolah menjadi keripik. Daging kelas 2, dibuat menjadi bakso dan sosis. Daging kelas 1, dibuat menjadi abon. “Membeli daging Rp. 50 ribu per kilo itu berat. Tapi, bila diolah jadi bakso dan sosis, terasa murah. Bakso pun dapat dimasak sendiri di rumah. Jadi, bisa lebih murah dibandingkan dengan jajan di warung,” urai Evi. Keterjangkauan harga ini akhirnya juga berujung kepada kenaikan konsumsi dan pemotongan. Tentang adanya daging kelas 1 dan 2, menurut Evi sebenarnya sama-sama baik. Kelas hanya menunjukkan kesukaan.

Contoh daging kelas 1 adalah daging paha sedangkan daging kelas 2 adalah daging Iga. Harganya terpaut sekitar Rp. 20 ribu/kg. Pada saat Idul Fitri dan bulan-bulan hajatan maka daging kualitas 1 akan laris, sehingga daging kelas 2 banyak yang tersisa.

Kebalikannya, di saat bulan sepi hajatan seperti bulan Muharam, daging kelas 1 justru banyak yang tersisa. Pada dari 100 kg daging hasil pemotongan, 10 – 15 kg di antaranya adalah daging kelas 2. Tentu, daripada harganya dibanting karena sepi maka lebih baik diolah. Daging kelas 2 dijadikan produk semacam bakso dan sosis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar