Kamis, 30 Juni 2011

Kue Pancong, cemilan tradisional yang tak lekang dimakan Waktu

Kue pancong, itu nama yang dilekatkan pada makanan ini. Meski disebut kue, jangan bayangkan ia seperti anke kue yang biasa ditata apik di toko-toko roti ternama.

Sebab, kue pancong hanyalah sejenis makanan ringan tempo dulu. Tampilannya juga sangat sederhana. Toh demikian, jajanan tradisional ini lekat dengan kehidupan masyarakat Betawi hingga saat ini.


Di Jakarta, kue pancong biasa dijajakan oleh para pedagang makanan keliling. Mereka elalau berdagang ke sudut-sudut kampung. Jika pun tidak, para pedagang kue pancong ini biasanya mangkal di tempat-tempat keramaian, seperti pasar, pertokoan, perkantoran atau sekoalh. Itu pun waktunya tak pernah lama. Sebab, mereka memang lebih suka berkeliling untuk menjajakan kue pancong.

Para pedagang kue pancong ini mudah dikenali. Mereka membawa dua gerobak yang dipikul di bahu. Satu di antaranya untuk tempat kompor minyak dan cetakan kue pancong. Gerobak lainnya, untuk menata kue pancong yang sudah matang.

Dulu, pedagang kue pancong pakai gerobak dorong. Lama-lama ngerasa nggak praktis juga. Di jalan selalu was-was, takut kalau tiba-tiba kesenggol mobil, motor atau bis. Di kampung juga semakin susah jalannya. Kalau pakai pikulan lebih enak. Jalannya lewat trotoar saja,” kata Tashori, pedagang kue pancong yang biasa berjualan di kawasan Menteng, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Lantas apa yang membuat kue pancong bisa bertahan sepanjang masa? Ehm, mungkin ini karena kue pancong benar-benar terasa gurih jika tercecap oleh lidah. Gurih, itu memang sudah pasti.

Sebab, bahan dasar kue pancong adalah kelapa yang terlalu tua atau sedang, santan kelapa dan tepung ketan. Soal perbandingan pastinya, Tashori punya resep andalan yang mungkin bisa Anda tiru.

Untuk sekali jual, Tashori selalu menyiapkan adonan kue pancong yang terdiri dari 13 butir kelapa sedang, santan kelapa dan tiga kilogram tepung ketan dengan merek tertentu. Kelapa itu bersama dengan tepung ketan dan santan.

Asonan itu lalu dituang ke dalam cetakan khuus kue pancong yang bentuknya sekilas seperti cetakan kue pukis. Cetakan kue pancong juga punya beberapa strip, misalnya 4 – 5 strip.

Tutup adonan itu dengan tutup cetakan kue pancong. Lalu pangganglah di atas bara api kompor. Tunggu beberapa saat hingga kering. Keluarkan kue pancong yang telah siap disantap dari cetakannya. “Kalau nggak suka yang gurih-gurih, begitu diangkat, kasih aasnya dengan taburan gula pasir. Rasanya lebih enak, karena terasa butiran gula pasirnya yang manis,” jelas Tashori.

Ehm, kalau dilihat tampilannya, kue pancing ini mengingatkan pada roti gandos, jajanan tradisional tempo dulu yang akrab di lidah orang Jawa. Tampilan kue pancong juga mengingatkan pada jajanan anak-anak yang ibasa disebut serabi cuthik.

Tapi, apapun keangan yang tiba-tiba melintas, kue pancong adalah jajanan Betawi yang murah meriah. Setangkup kue pancong, yang terdiri dari delapan strip, hanya ditawarkan oleh Tashori dengan harga Rp. 2.500. Benar-benar mudah!

“Saya biasa dipanggil kalau ada acara ulang tahunan. Sering banget. Untuk ngramein acara, katanya. Kalau pas ulang tahun Jakarta, saya pasti selalu dipanggil. Diminta jualan kue pancong di Ambassador. Pasti laris dan pasti habis,” kata Tashori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar