Kamis, 07 Juli 2011

Cimol, Cilok dan Cireng, Jajanan kecil yang sedang laku

Ini cerita tentang bisnis kuliner di Yogya. Tetapi, ini bukan soal sistem waralaba kuliner yang kini sedang digandrungi para pebisnis kuliner. Ini hanya kisah jajanan, makanan kecil, makanan ringan. Kelasnya pun hanya kelas rakyat. Ya, jajanan rakyat yang dijual para pedagang kaki lima.

Entah siapa yang pertama mengawali berjualan di kota Yogya. Tetapi, saat ini jajanan yang disebut cilok, cimol dan cireng mudah ditemui di sudut-sudut kota Yogya. Yang pasti, warga Yogya pun menyukai jajanan berbahan dasar tepung kanji ini. Terbukti, entah anak kecil maupun orang dewasa, mereka tak lagi ragu untuk mencicipi jajanan asli Bandung ini.

“Awalnya, saya sempat berjualan di Semarang. Cuma kurang laku. Maka, saya coba pindah ke Yogya. Dan, alhamdulilah lumayan laris di sini,” terang Yusef Sarifudin (42), salah satu pedagang cilok, cimol dan cireng. Sehari-hari Yusef berjualan di Alun-alun Utara Yogya.

Entah karena laris, entah karena sebab yang lain, saat ini beberapa oran gmulai melirik peluang usaha berjualan ketiga jajanan ini. Mereka biasanya berasal dari beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Garut, Bandung, dan Kuningan. Mereka memilih berjualan cilok, cimol dan cireng daripada membuka usaha warung bubur kacang hijau atau burjo, seperti beberapa tahun lalu.

“Jualan cilok, cimol dan cireng tak perlu modal besar. Cuma gerobag. Beda kalau buka warung burjo. Pasti butuh uang banyak. Soalnya harus nyewa tempat segala, “ jelas Yusef.

Yusef sudah dua tahun berjualan ketiga jajanan ini. Diakuinya, saat ini berjualan jajanan cilok, cimol dan cireng lebih menguntungkan. Penjualnya masih belum banyak. Tetapi penggemar jajanan ini bisa dikatakan mulai banyak.

“Sekarang ini jualan cilok, cmol dan cireng memang menjanjikan. Saingannya sedikit. Tinggal bagamana pintar-pintar membuatnya saja. Soalnya, yang namanya jualan pasti yang jadi penilaian akhirnya ada pada cita rasa makanan yang dijualnya,” tukas Yusef.

Jika dirata-rata, dalam sehari, dari hasil berjualan ketiga jajanan tersebut. Yusef mengaku bisa mendapatkan penghasilan kotor minimal Rp. 400.000. Itu pun ia hanya berjualan tak kurang dari enam jam setiap hari. Tentu bukan jumlah penghasilan yang terbilang sedikit bagi pedagang jajanan seperti Yusef.

“Hasilnya memang lumayang, soalnya sekarang orang kalau beli cilok, cireng atau cimol, minimal Rp. 5.000 perbungkusnya. Belum lagi mereka belinya lebih dari satu bungkus,” katanya.


Mudah dibuat

Tahukah Anda persamaan dan perbedaan dari cilok, cimol dan cireng ? Ketiga jajanan ini sebenarnya tak memiliki perbedaan yang menyolok. Bahakan dasarnya sama-sama dari tepung kanji atau aci. Yan gmembedakan dari keduanya hanya cara penyajiannya. Cilok itu nama untuk aci yang dicolok. Didalamnya ada potongan daging cincang. Cilok selalu direbus. Cireng adalah aci yang digoreng. Sedangkan cimol sebutan untuk aci yang di-gemol atau aci yang dibentuk bulat.

Meski sederhana dalam bentuk dan tampilan tapi proses pembuatan ketiga jajanan ini ternyata gampang-gampang susah. Butuh kehati-hatian saatmencapumpur semua bahan dasarnya, tepung kanji dengan air, begitu pendapat Engkus Kuswara (34), salah satu pedagang cimol dan cireng di kampus UII Yogya.

“Kalau airnya terlalu banyak nanti cimol, cilok sama cireng-nya nggak kenyal. Kalau airnya terlalu sedikit, bias jadi keras. Itu susahnya bikin makanan ini,” ujar Mangkus, demikian sapaannya. Laki-laki asal Garut ini mengaku belajar membuat cimol, cilok dan cireng dari orangtuanya.

Saskita RIni adalah salah satu warga Yogya yang gemar jajan cilok, cimol dan cireng. Meski hanya sekedar jajan, ia cukup pemilih saat membeli jajanan ini.

Cilok dan cireng adalah jajanan khas Bandung. Jadi lebih pas kalau belinya sama orang yang asli daerah sana. Sama kalau kita makan nasi Padang. Pasti lebih enak kalau belinya sama penjual yang asli Padang. Kalau belinya ke penjual yang orang Jawa pasti beda rasanya,” tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar