Sabtu, 02 Juli 2011

Ekologi Pertemanan ala grup Band Van Halen

Kalimat mengharukan digulirkan Sammy Hagar -mantan vokalis Van Halen yang kini mengibarkan bendera Chickenfoot bersama Joe Satriani, Michael Anthony dan Chad Smith – saat di wawancara Dr Drew di HLN CNN. Ketika disinggung soal Eddie Van Halen, dengan lugas Hagar menjawab: “Keinginan saya,s ebelum kita (Hagar dan Eddie) meninggal, berteman kembali!”

Menghentak. Pun bagi Dr Drew yang kemudian mengungkapkan, bahwa Eddie Van Halen sebal terhadap Hagar. “Saya sungguh tidak tahu permasalahannya. Mungkin ada sedikit kecemburuan. Jika saya dapat kesempatan berkawan dengan Eddie lagi, akan saya lakukan detik ini juga,” tegas Hagar.

Permusuhan dua rocker tersebut bukan rahasia lagi. Hagar merasa dilecehken ketika ‘ditendang’ dari Van Halen (1996). Meski sempat reuni (2003 – 2005), hubungan tidak seharmonis saat mereka sama-sama menjadi ikon hard rock yang melejitkan belasan hits, seperti Dreams, Love Walk In, The Seventh Seal, Can’t Stop Loving you atau Right Now.

Makin ‘panas’ setelah Michael Anthony, basis dahsyat yang menjadi ikon Van Halen disingkirkan. Diganti Wolfgang, anak Eddie Van Halen, yang terhitung masih ‘hijau’. “Mestinya dia (Wolfgang) ngeband dengan remaja seusianya. Kalau di Van Halen, belum saatnya, “ sindir Hagar, kala itu. Bnayak yang kaget saat Hagar mengisyaratkan berdamai dengan mantan sohibnya itu. Meski ada pula yang melecehkan Hagar, yang tidak konsisten bila membicarakan Eddie. Selalu berbeda di setiap wawancara.

Tak ada yang indah selain berteman. Queen pernah melantunkannya: “friends will be friends ‘right ‘till the end.” Meski Rendra – dalam sajaknya – menganggap: “Kawan bisa baik sementara” fungsi teman sangat esensial dalam kehidupan ini.

Manusia tidak bisa hidup sendiri. Terlebih ketika sedang menghirup duka cita. Seorang pelaku seni yang terkapar sakit, menangis mendalam, ketika teman-teman lama menjenguk. Termasuk orang yang dimusuhinya. Saat masih sehat dan lincah, si sakit ini getol mengobrak keburukan musuhnya itu, di hadapan teman-teman. Dalam kondisi tubuh ringkih, di sela sengal napasnya, hanya menyesal yang bisa dilakukan. Orang yang dulu dibenci dan difitnah, kini mendatangi, berempati dan memberi dorongan semangat. Kalimat Rendra pun terbukti: “Ada saat-saat kita tak berdaya bukan oleh duka, tetapi karena harus semata”.

Selain memang dianjurkan agama, berteman adalah molekul yang harus dipunyai setiap jiwa. Berkali, sebuah penyesalan karena tidak berteman (bermusuhan) terucap setelah salah satunya meninggal. Saat tepat bila Hagar ingin memperbaiki hubungan dengan Eddie. Damai itu dibutuhkan. Teman dan tetangga itu penting. Hal tersebut pun terucap pada pemikiran Joachim von Ribbentrop: “Bila ingin hidup tenang, maka tetangga-tetangga harus ditaklukkan lebih dulu” eh salah. Mungkin saja ungkapan ini tidak tepat.

Tentunya yang paling tepat adalah garis pemikiran dari Sigmund Freud, yakni “agiaam kita dapat hidup dalam dunia yang begitu bermusuhan!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar