Kamis, 07 Juli 2011

Dalang Anak, Penerus Masa Depan Wayang

Aldi Priambodo memang masih berusia 13 tahun. Tapi, saat ajang Festival Dalang Andak se-DIY yang digelar oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY bekerja sama dengan Pepadi DIY di Pendapa Ndalem Yudhaningratan, ia terlihat penuh percaya diri. Aldi adalah salahs atu dalang anak yang unjuk kepiawaian pada festival dalang yang diikuti anak-anak usia 8 – 15 tahun.

Nomor undian pertama yang berada dalam genggamannya, tak membuat Aldi menjadi grogi. Sudah lama ia mempersiapkan diri. Kelir yang terbentang seperti siap menjadi saksi perjalanannya menjadi seorang dalang. Pun deretan wayang tersusun rapi di atas gedebog.

Ia semakin bersemangat ketika dua sinden cantik mulai mengalunkan sebuah tembang. Apalagi ketika para pengrawit mulai turut meramaikan suasana dengan suara gamelan. Dengan durasi pertunjukan 40 menit, Aldi memilih lakon Jabang Tutuko dalam gaya pakeliran Yogyakarta. Lakon ini berkisah tentang kelahiran Gatot Kaca. Cempala sudah berada di kakinya dan ia siap memukulkannya ke kotak wayang yang berada tak jauh dari sisinya. Goro-goro penghangat suasana, tak lupa disisipkannya. Pun, sabetan ala Aldi sudah dipersiapkannya dengan matang. Ia ingin penonton tak jenuh dalam menyimak penampilannya.

“Wayang bisa melakonkan budi pekerti seseorang. Yangbaik bia kita contoh. Yang buruk, dapat kita tinggalkan,” kata ALdi usai pementasan.

Aldi memang tak membuat penampilannya sebagai sebuah beban. Ia terkesan seperti membiarkan apa yang ingin dikerjakan. Ia begitu menikmati penampilannya.

“Menjadi dalang, awalnya memang hanya hobi. Tetapi, semakin hari saya malah menjadi enjoy dengan dunia pedalangan. Hingga akhirnya, saya mulai memiliki jam terbang” tambah siswa kelas 7 SMPN 8 Yogyakarta ini.

Menurut sang ibu, Retno Indriani, darah seni tak mengalir langsung darinya maupun sang Ayah. Darah seni itu mengalir dari eyang buyut Aldi, yang dahulu merupakan pelaku wayang Sejak duduk di bangku kelas 4 SD, Aldi memang gemar mendongeng dan bermain wayang kardus. Ia akhirnya masuk ke kelas dalang.

“Sebagai orangtua, saya patut berbangga . Buah hati saya punya keahlian khusus. Kami hanya bisa memberi yang terbaik dan support untuk Aldi. Lha wong kami tidak tahu wayang sama sekali. Baru semenjak Aldi punya jam terbang, sedikit demi sedikit, kami mulai belajar apa itu wayang,” urainya.

Dukungan

Belajar menjadi seorang dalang andal memang tidak mudah. Banyak hal yang harus dipelajari oleh Aldi, mulai dari geguritan, macapat, gending dan cengkok. Aldi juga harus paham benar dengan cerita atau lakon yang akan dimainkan. Toh demikian, yang terpenting dan utama dari semua itu, menurut Aldi, tetapi satu, Yaitu, dukungan dari orang tua serta lingkungan yang mengalir tanpa jeda!

“Kesenian wayang sama hal dengan olahraga. Ketika saya memainkannya, semua anggota badan sesungguhnya sudah bergera, mulai dari mulut, tangan dan kaki. Mendalang juga bisa digunakan untuk melatih konsentrasi sehingga otak kanan dan kiri bisa bekerja dengan seimbang,” papar si putra sulung ini.

Retono punya harapan besar terhadap seni pendalangan. Ia ingin seni ini bisa merambah ke dunia anak-anak agar kelak wayang bisa tetap bertahan di tengah gempuran perkembangan zaman.

“Peminat wayang sudah semakin berkurang, tak terkecuali generasi muda. Mereka yang mau mendalami seni pedalangan sebenarnya merupakan anak-anak pilihan. Di pundak mereka kita titipkan masa depan wayang Indonesia,” katanya.

Aldi menjadi satu contoh dari sekian banyak anak Indoensia yang secara aktif melibatkan diri dalam pelestarian budaya. Ia sudah memututskan menjadi pelaku seni. Wayang dan seni pendalangan akhirnya seperti mendarang daging dalam dirinya. Kini, Aldi punya satu mimpi, kelak ia ingin seeprti Ki Timbul Hadiprayitno, dalam kondang idolanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar